Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Parahu Patenggang

FIKSI

Delapan bulan lalu, aku berlibur ke Kawah Putih dengan Una, sepupuku. Naik ELF tujuan Ciwidey dari Terminal Leuwipanjang. Sebenarnya ada juga bus, namun melihat hari itu entah mengapa tidak terlalu ramai, kami memilih menggunakan ELF. Takut ngetem di terminal kelamaan. Itu pun kami musti menunggu satu jam hingga ELF penuh penumpang dan berangkat.

Dalam perjalanan menuju Terminal Soreang, aku dan Una berhaha-hihi, menceritakan pengalaman-pengalaman kami yang belum sempat kami ceritakan langsung, membicarakan masalah cita-cita, apapun kami bicarakan. Satu setengah jam di bus tak terasa hingga kami sampai Soreang. Di sana kami hanya menunggu si ELF untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Kemudian dilanjutkan perjalanan ke Terminal Ciwidey.

Satu jam selanjutnya juga tidak terasa karena kami terlelap. Tahu-tahu, kami sudah sampai di Terminal Ciwidey. Enam ribu untuk sekali perjalanan Leuwipanjang – Ciwidey tergolong murah, apalagi jaraknya sekitar 45 kilometer. Udara yang dingin sudah bisa kurasakan di sini, beda sekali dengan Bandung yang kini sudah panas. Kami pun langsung naik ke angkot arah Patenggang. Rute kami pertama adalah Situ Patenggang.

Di perjalanan itu, kami bisa lihat sudah banyak losmen di kiri dan kanan jalan. Rupanya kawasan itu sudah menjadi objek wisata yang laris. Selanjutnya, kami melihat gerbang untuk menuju Kawah Putih di sebelah kiri dan di sebelahnya terdapat sebuah kafe yang unik, hmm kurasa bernama De Forest, atau De Foret, tak jelas, angkot kami melaju terlalu kencang. Kemudian di kanan kiri terdapat kebun teh yang luas, oh ya dan ada juga kolam pemandian air panas di tengah kebun teh di jalan sebelah kanan. Beberapa menit kemudian, angkot kami berada di detik-detik kedatangannya di Situ Patenggang.

Sebelum si angkot sampai di sana, aku bisa melihat Situ Patenggang dari atas. Melihatnya aku mengingat pemandangan alam Jepang. Oke, sebenarnya aku belum pernah ke Jepang. Aku hanya melihatnya di internet. Dari atas bisa kulihat kebun teh yang luas di pinggir situ, kemudian pepohonan yang hijau dipadu dengan pepohonan yang daunnya berwarna oranye. Air situ juga terlihat dan nampak pula pulau kecil di tengah. Aku cuma bisa tersenyum terbuai karenanya.

Di Situ Patenggang terdapat bebek-bebekan yang dikayuh dan perahu yang bisa disewa untuk mengelilingi situ. Una yang sedikit aneh meminta kepadaku supaya kami menggunakan bebek yang berbeda. Alasannya, supaya dia bisa difoto sendiri mengayuh bebek-bebekan berlatar Situ Patenggang dan kebun teh serta pepohonan sekitarnya. Ia pun sudah mengayuh bebeknya ketika aku masih bingung memilih warna bebek yang kuinginkan. Ya, meskipun sebenarnya ini tidak penting.


"Neng, mau naik perahu saja?" seorang akang parahu mengagetkanku.
"Hmm, nggak deh. Itu kan perahunya bisa muat orang banyak. Masa ntar cuma aku doang yang naik."
"Gapapa Neng, sok aja, bayarnya sama kok."


Aku mengikuti si tukang perahu untuk naik ke perahunya. Perahu warna-warni ini kurasa bisa menampung 15 orang. Namun sekarang yang menumpangi, hanya dua orang. Aku dan tukang perahu. Aku mulai menekan shutterku untuk mengambil gambar Una yang sedang naik bebek-bebekan. Dari tadi ia sudah berteriak memintaku untuk memotretnya. Semoga saja suaranya tidak terdengar sampai ke Kawah Putih.

Aku memulai sedikit pembicaraan dengan si tukang perahu.
“Asli sini, Kang?”
“Bukan lah Neng, saya mah dari Yu-Es-E,” si tukang perahu menjawabku.
“HA? Yu-Es-E yang tulisannya USA itu?”
“Ya iya atuh Neng. Kayak nggak pernah belajar Bahasa Inggris aja.”
“Bercanda nih akang. Masa’ orang Amerika ngga ada tampang bule gitu, logatnya Sunda banget pula.”
“Hahaha, iya neng, Yu-Es-E. USA. Urang Sunda Asli.”
“Errr…” rasanya aku ingin menyiramkan air Situ Patenggang 10 liter ke badan si tukang perahu atau menimpuknya dengan kamera Canon EOS 1000D yang aku genggam sekarang. Oke, tak mungkin, aku sudah menabung selama setahun untuk membelinya.

Perahuku sudah agak jauh dari tepian. Si tukang perahu itu melanjutkan percakapan dengan menceritakan legenda terjadinya Situ Patenggang. Kata si tukang perahu, menurut legenda, terdapat seorang pangeran dari Kerajaan Siliwangi bernama Prabu Kian Santang dan seorang gadis cantik bernama Dewi Rengganis. Mereka saling mencintai. Namun, Kian Santang ternyata harus meninggalkan kekasihnya untuk membela kerajaannya dalam sebuah perang. Keadaan tak semulus yang mereka pikirkan, dan mereka harus berpisah. Suatu saat, Dewi Rengganis mendapat wangsit agar menyepi supaya bisa bertemu kekasihnya. Dan akhirnya mereka bisa bertemu kembali dan saling memadu cinta di Pulau Asmara. Saking bahagianya, Dewi Rengganis menangis dan aliran air matanya menjadi sebuah situ. Di Situ Patenggang juga terdapat Batu Cinta yang dipercaya sebagai Dewi Rengganis ketika menyepi.

“Yang itu Pulau Asmara Neng,” si akang menunjukkan pulau kecil di tengah.
Aku hanya membentuk mulut seperti mengucap ‘O’ dan mengembungkan pipiku.

“Nah kalau yang itu Batu Cinta,” aku kembali membentuk mulut seperti mengucap ‘O’ dan mengembungkan pipiku.

Di dekat bagian situ dekat kebun teh berdirilah sebuah batu yang disebut-sebut Batu Cinta. Kata si akang, jika menyentuh Batu ini maka semua permintaan akan terkabul. Dari naik jabatan, mendapatkan jodoh, dan menambah rezeki. Aku tak sepenuhnya percaya tetapi aku mencoba. Aku memejamkan mata dan meminta keinginanku sambil menyentuh Batu Cinta. Mau tahu apa? Ya rahasia. Aku membuka mata dan rupanya si akang juga sedang melakukan hal yang sama denganku.

Aku terkaget ketika Una berteriak dari bebeknya, “Udahan yuk.” Aku langsung mengatakan kepada si tukang perahu untuk kembali ke tepian. Ia segera mendayung kembali. Hari itu begitu dingin. Kabut menyelimuti Situ Patenggang. Hingga aku tak bisa melihat kebun teh dan tepian situ. Aku hanya bisa melihat kabut yang berwarna putih, perahu yang kutumpangi, dan si tukang perahu. Kabut begitu lama mengganggu penglihatanku. Tapi seketika menghilang dan menghilang.

Akhirnya kami sampai di tepian. Si Una pun juga sudah turun dari becak airnya. Una yang suka iseng tiba-tiba meminta nomor telepon si tukang perahu.

“Kang, punya hape nggak? Bagi nomor telepon dong,” tanya Una.
“Buat apa Neng?”
“Yaaa kali aja kita ke sini lagi. Kan bisa ketemu akang lagi.”

Si akang pun memberikan nomor teleponnya. Una me-miscall si tukang perahu dan aku melihat ia mengeluarkan sebuah iPhone dari sakunya, tapi anehnya ia tak mengeluarkannya. Hanya mengeluarkan sedikit dari sakunya hanya mengecek layarnya nyala tanda panggilan masuk. Gaul juga nih tukang perahu, batinku.

Setelah itu kami pergi ke Kawah Putih. Dengan tiket yang cukup mahal, 25000 seorang, akhirnya kami sampai juga. Sungguh, Kawah Putih sangat indah. Tapi si tukang perahu tadi membayang-bayangiku. Aku pun bertanya kepada Una kenapa ia meminta nomor teleponnya.

“Un, tadi kenapa kok minta nomor teleponnya? Genit banget.”
Watdefak, genit dari Hongkong. Cuma menambah teman aja, kali aja kita mau ke sana lagi, kan bisa sewa perahunya lagi. Yaaa atau enggak, hm, kali aja lo naksir? Hahaha…”
“…”
“Oh iya bener itu mah. Ini nih gue kasih nomornya.” Dan aku pun mendapat nomornya, yuhuuu!


Sampai di rumah aku pun memberanikan diri untuk mengirimkan pesan ke telepon genggamnya. Tak sampai dua menit ia pun membalas. Ia selalu membalas pesanku. Tak tahu kenapa aku sangat senang. Sampai suatu saat ia mengirimkan pesan bahwa ia sedang berada di warung internet dan meminta ID skype-ku. Ternyata, ia tak senorak yang aku kira. Hehehe… dan setelah delapan bulan, aku berjanji aku akan menemuinya di Situ Patenggang.

Hingga sekarang aku berada di Situ Patenggang lagi. Aku senang sekali karena aku tahu aku akan bertemu si akang perahu itu. Aku tak tahu ini perasaan apa, yang jelas senang ini membuncah. Apalagi aku akan memberitahu sesuatu kepadanya bahwa aku sudah tahu siapa dia aslinya.

Dua hari lalu tak sengaja aku melihatnya di televisi. Acara siang itu mengulas mengenai industri teh di Jawa Barat. Salah satunya perkebunan teh Ranca Bali di Ciwidey. Ya, aku melihatnya. Aku melihatnya ia sedang berbicara mengenai pabrik pengolahan teh CTC dan Orthodoks dan di bawah dirinya terdapat namanya serta tulisan ‘Pemilik Perkebunan Teh Ranca Bali.’ Aku syok seketika, tapi menyembunyikannya dalam hati. Aku hanya tersenyum sendiri mengetahui si tukang perahu menyembunyikan identitasnya.

Dan hari ini aku akan mengatakan bahwa aku sudah mengetahuinya. Aku sudah bilang dengannya aku menemuinya hari ini.
“Pak. si Kang Tatang di mana ya?” Aku bertanya dengan salah satu tukang perahu di sana.
“Kang Tatang, Neng? Kang Tatang kemarin barusan saja meninggal.”
“He? Masa sih? Serius lo Pak?” Tanyaku nggak percaya.
“Iya Neng, saya juga heran. Wong dia itu masih muda, rajin olahraga. Tapi kok bisa meninggal mendadak di perahu kemarin. Ah, padahal dia itu rendah hati. Meskipun orang kaya, ia suka sekali main ke sini. Sama orang sini juga baik banget Neng. Dan anehnya sebenarnya dia janji mau ketemu orang hari ini Neng, kemarin dia cerita sama saya, namanya siapa gitu, Avi apa ya, saya lupa neng,”
“Oh…” Aku cuma bisa tersenyum. Tuhan mungkin tidak mengizinkanku bertemu dengannya. Aku tersenyum karena aku tahu ia akan baik-baik saja. “Pak, aku mau naik perahu dong Pak.”
"Iya Neng."

Aku cuma bisa terdiam di perahu.


Teu saling milari tapi saling mendakan,
Kita tak saling mencari tapi saling menemukan,
di antara,
Batu Cinta dan Pulau Asmara,
Serta kabut putih dan danau yang bersih.

Andai kamu Kian Santang
Dan aku si Rengganis,
Aku pasti bisa membuat danau seperti Patenggang.

Tapi kita bukan,
Kamu seperti Kian Santang yang mati dalam perang,
Dan aku Rengganis yang takkan jadi Batu Cinta.

Tapi tenang saja kawan,
Aku akan mengingatmu,
mengingat pula saat aku bertemu denganmu dulu.
Hanya ada aku, kamu, kabut, dan parahu di Situ Patenggang.

 

Nyahaha, ini half-fiction dan non-half fiction. Karena perjalanan ke Kawah Putih dengan ngeteng aku pernah merasakan. Tapi kalau ketemu abang perahu yang ternyata orang kaya, itu ngarang wkwk. Maaf fiksinya buruk sangat. Silakan dikritik, dikelitik juga boleh kok. Tapi emang bisa ngelitikin aku? Huehehe. Ini terinspirasi dari sepupuku yang naksir tukang perahu. *komatkamit semoga dia nggak baca* Itu fotonya foto akang perahu yang dia taksir... mihihihi... Oya itu ngarang lho ya yang pemilik Ranca Bali, aslinya meneketehe... Ini kedua kalinya aku nulis cerita tentang tukang perahu wkwkwk. Sama makasih juga buat Aseeeeppp yang udah nyundain kalimat pertama puisi-yang-ngarang-banget itu.

"Cerita ini diikutkan di acara Adventure Giveaway yang di adalah oleh Mbak Ayu."

45 komentar untuk "Parahu Patenggang"

  1. una ketipu dengan USA ;))
    haha


    liburan gak ajak2
    itu puisi buat aku ya?

    BalasHapus
  2. Hihi aku ga pernah ketipu dengan USA. Itu fiksiiii~

    Ke Kawah Putihnya udah lama kok, iya itu puisi buat kamu. Kamu perahu di Situ Patenggang kan? :p

    BalasHapus
  3. wah puisinya keren mbak..
    pasti seru :D

    BalasHapus
  4. ahahahaha, aye juga sedikit ketipu nich, tak kira ada beneran tukang perahu seperti itu.
    btw foto tukang perahunya bagus lho

    BalasHapus
  5. @ Soca Fahreza: Terimakasih... hehehe.

    @ Mbak Ria: Ada mungkin wkwk.

    BalasHapus
  6. kalo itu bener2 terjadi gimana mbak? si tukang perahu yg ternyata adalah pangeran tampan yg baik hati lagi kaya pula hihi...

    "maukah dikau kau sunting?" katanya kepada mbak una.. :D *ngayalbebas

    BalasHapus
  7. Kiansantang dan rengganis...so great love story...hemmm..

    BalasHapus
  8. @ Mbak Dhila: Siapa yang nggak mau mbak... wkwkwk.

    @ Mbak Riri: Iyaaa, very great...

    BalasHapus
  9. keren Un... sempet kaget pas si tukang perahunya mati.
    Eh Un.. itu beneran Poto si tukang perahu yang di taksir sama sepupumu??

    BalasHapus
  10. Beneran, muahahaha...
    Lumayan ganteng juga kan mas? :D :D

    BalasHapus
  11. Jiaaaahhh... ternyata GA wkwkwkwkwk....

    Samapai ngebelain minta tolong si aspe nularin bahasa sundanya :))

    BalasHapus
  12. beuh! keren kok mbak ceritanya..awalnya saya kira beneran lhoo.. ^^

    BalasHapus
  13. Ehehe yang awal-awal emang beneran. Tapi sampai part minta no telp itu nggak beneran lagi. ;))

    BalasHapus
  14. fiksinya bagus banget na. semoga menang! cheers.

    BalasHapus
  15. Hahaha aq smlm jg liat tivi yg kisahnya mirip ini. Anak orang kaya jd police rendahan

    BalasHapus
  16. @ Sheno: Amiin, semoga menang hihihi.

    @ Mbak Tarry: Waa mirip. Kok mau ya :-?

    BalasHapus
  17. blm lma inih ak jg kesana mbak :D
    naek prahu patenggang uiiihhh adem :D

    BalasHapus
  18. @ Kira: Nggak mbak, ini juga karena untuk GA, wkwkwk.

    @ Ca Ya: Iyaaa adem, asik deh. :)

    BalasHapus
  19. Una, fiksinya asyik banget kok. sering2 ya nulis fiksi kayak gini...

    BalasHapus
  20. wah tukang perahunya ganteng euy. hihih..USA ni yeee....

    BalasHapus
  21. xD aaaaaaaaaaaahhh ini apa yaaaa... huahahahah..wkwkwkwk..

    ok, ini mungkin temanya jadi petualangan cinta ya.. :D

    BalasHapus
  22. ckckck... hidup USA! *bangga jadi orang sunda, lho? ahahaha*

    sukses yo na GA-nya! :D

    BalasHapus
  23. Hahaa :D kirain beneran loh awalnya.

    BalasHapus
  24. @ Mbak Reni: Huehehe... malu ah bikin fiksi. :D :D

    @ Mbak Fanny: Iya ganteng mihihihi dan dari USA. :)

    @ Mbak Ayu: Yaaa hahaha genrenya ga jelas ini wkwk.

    @ Mbak Shine: Amiin semoga sukses.

    @ Mas Uchank: Ahahaa atasnya beneran tapi ke bawah-bawah mulai boong.

    BalasHapus
  25. yaahh sad ending, padahal berharap si Tukang Parahu dan si Aku bisa ketemu lagi.

    BalasHapus
  26. ehh iya, lupa*

    si Akang Parahunya manis juga yaa.. Una gak ikut naksir kah?? :D

    BalasHapus
  27. Hihihi maunya happy tapi maklum newbie fiksi hehehe.

    Iyaa ganteng juga sih, tapi ga naksir kok :p :p

    BalasHapus
  28. wah..... keren imajinasinya Na..... ga ketinggalan mengikutsertakan diri Una sebagai pemeran pembantu yaaa.. hehe.

    sama sekali ga nyangka kalo fiksi ini adalah untuk ikutan giveaway....

    Hebat deh Unaa..... moga menang ya Na... Keren ceritanya...

    BalasHapus
  29. Wkwkwk kayaknya postingan mendatang masih kategori giveaway terus wkwkwk.

    Sip terimakasihh mbak, amiin~

    BalasHapus
  30. udah panjang dan lama mas menghayati nih cerita,, kirain beneran,, hehe tapi ok,, oh ya btw tuh poto beneran kah ato search google

    BalasHapus
  31. Haha, beneran, aku jepret sendiri. :)

    BalasHapus
  32. Ahhhh mengharukan!!!!
    TAPI KENAPA NAMANYA HARUS NAMA GUE, DAN KENAPA KAMU MEMUTAR BALIKKAN FAKTA?! YANG NAKSIR KAN KAMUUUUU!!
    *oke, caps lock nya rusak*
    wkwkwkw

    BalasHapus
  33. Gyahahahaha, kan yang naksir kamu :p
    Bukan namamu kok mana ada namamu :-"
    Lalalala...

    BalasHapus
  34. yaaaa, homophone lah..
    oiya deng, kamu kan naksir tukang angkot yang namanya U*s itu tho? sampe pagi-pagi sms an wkwkwkwkw

    BalasHapus
  35. Bukannya dia taunya nomernu??
    Wooooo...
    Kamu to ngasihin nomermu ke dia? Wkwkwkwkw ngaku sajaaaa

    BalasHapus
  36. yaaah biar fiksi seru kok ceritanya, Una... hehe...
    semoga menang ya! :-)

    BalasHapus
  37. Puisinyaaa.. awaww,,, bikin ada kupukupu menari di perutku *lho? :D

    Sukses buat GA nya, Una. Moga menang ya! ^^

    BalasHapus
  38. @ Mbak Thia: Hihi amiin, makasihh...

    @ Mbak Ila: Aaaa itu ngaco banget puisinya~

    BalasHapus
  39. diliat-liat itu tukang perahu mirip ivan sanders *atau siapa pun itu nama nya* ngga sih? ganteng nya samaaa. lalalala

    BalasHapus
  40. Gantengan tukang perahunya Fi. Hahaha...
    Evan Sanders ketoke namanya...

    BalasHapus
  41. wahh una ternyata ada bakat juga :))

    BalasHapus
  42. eh, mas2nya mirip seseorang. hihi.... :D
    puisinya keren kok, Na... ;)

    BalasHapus