Dalam Bahasa Jepang, benci adalah 'kirai'.
Benci adalah Kata yang Kuat
Ngga Sadar Kalau Rasis
"Aku ngga suka kalau kamu bilang aku mirip George."
Begitu yang temanku bilang kepadaku. George itu karakter monyet dari Curious George dan aku punya bonekanya yang sudah menemani hidupku hampir 25 tahun. Aku punya teman kulit hitam yang potongan rambutnya mirip George dan aku pernah melihatnya saat celananya melorot (sedikit doang 😂) sehingga menurutku makin mirip dengan boneka George-ku yang pakai baju tapi tidak pakai celana.
Aku ngga sadar kalau aku suka mirip-miripin dia sama boneka George itu menyakiti perasaannya. Dia pun bilang kalau orang kulit hitam tuh sensitif kalau dikatain seperti monyet karena mereka dari sejarahnya memang sering dikatain mirip monyet.
Aku pun bilang kalau aku bilang dia mirip George bahkan ngga kepikiran karena kulitnya hitam. Apalagi di Indonesia perasaan biasa kalau ngatain orang kaya monyet. Dan menurutku manusia kan memang mirip monyet. 👀
Boneka George-ku merupakan sebuah hadiah dari teman ibuku yang berasal dari Amerika Serikat. Dia membelikanku boneka George karena dia merasa George mirip denganku. 😂 Dari kecil sampai sekarang, aku hidup bersama George tidak pernah tersinggung kalau dibilang mirip boneka monyet. Ibuku juga ngga tersinggung anaknya dikatain kaya monyet. Dalam hati ibuku paling, "Emang mirip." 😂
Tapi yang menurutmu biasa aja kan belum tentu buat orang lain biasa saja kan. Menurut kita kayak becanda aja tapi ternyata menurut orang lain bikin sakit hati.
Aku jadi belajar untuk lebih berhati-hati dalam berucap.
Aku punya teman yang badannya cukup besar dan kami saling memanggil satu sama lain 'ndud'. Aku pribadi tidak tersinggung dipanggil 'ndud' karena emang gendut. Tapi aku memastikan temanku kalau-kalau dia tersinggung. Karena hati orang siapa tahu kan? Tapi kata dia gimana tersinggung wong aslinya gendut, kalau dibilang kurus malah tersinggung. 😂
Semacam juga ada salah satu seleb internet yang 'marah-marah' karena ditanya apa agamanya dan dia tersinggung. Ada yang komen kayak ngapain tersinggung. Tapi menurutku itu kan masing-masing orang ya, ada yang tersinggung ada yang biasa saja.
Hito sore zore, kalau kata orang Jepang.
Orang tuh ya masing-masing, beda-beda.
Rasis Ngga Sih?
"Dong-san lebih hitam dari Vincent-san."
Kira-kira seperti itu kalimat yang dilontarkan oleh teman sekelasku yang berasal dari Taiwan di kelas Bahasa Jepang lima tahun lalu ketika guru menyuruhnya membuat kalimat dengan menggunakan perbandingan. Aku cukup terkejut karena di kelasku yang beragam bangsanya sepertinya melontarkan kalimat seperti itu sangat tidak appropriate.
Untungnya guruku cukup bijak dan memberitahu temanku bahwa kita tidak boleh membandingkan orang dari warna kulit karena itu diskriminasi.
Baru-baru ini aku berpartisipasi dalam acara Nihongo Benkyokai yang kira-kira artinya 'pertemuan belajar Bahasa Jepang'. Di acara ini pelajar-pelajar asing belajar bercakap dalam Bahasa Jepang dengan support staff yang merupakan pelajar Jepang yang belajar Bahasa Jepang untuk menjadi guru. Biasanya kami diberi satu topik kemudian kami dibagi dalam beberapa grup kecil di breakout room. Karena orangnya sedikit jadi satu breakout room isinya hanya dua orang, satu pelajar asing satu pelajar Jepang.
Acaranya hanya satu jam dan cukup terasa cepat hingga penyelenggara acara pun memperpanjang waktu supaya kami dapat mengobrol. Kami dibagi lagi dalam breakout room dengan partisipan yang lebih banyak. Kami dibebaskan untuk bicara apa saja dalam grup. Sampai seorang yang berasal dari Hong Kong menceritakan asal-usulnya kalau ibunya berasal dari Indonesia.
"Tapi ibu saya tidak seperti Una-san, kulitnya putih, mukanya tidak seperti orang Indonesia, lebih mirip orang Asia."
👀
Iya emang aku hitam, sih.
👀
Kebenaran
Meskipun, aku jarang menikmati karya artis Indonesia, seperti film, sinetron, atau lagu, kadang-kadang ada berita infotainment yang membuatku penasaran sih. Salah satunya, seperti berita artis atau orang terkenal pindah agama. Aku ngga ikut hepi kalau ada artis pindah ke agama yang sama denganku dan ngga sedih juga kalau ada yang pindah agama lain. Soal itu, aku lebih ngga peduli karena menurutku itu pilihan masing-masing.
Cuma aku tetep penasaran.
Kemarin aku bersih-bersih kamar sambil mendengar wawancara kakaknya Alyssa Soebandono yang pindah agama Kristen. Pas dia bilang kalau awalnya keluarganya ngga bisa menerima, trus kemudian ayahnya bilang kalau apapun yang anaknya pilih, dia tetap cinta anaknya, aku terharu. Aku meneteskan air mata sambil ngepel lantai kamar. I feel it's just beautiful meskipun orang tua kecewa sama keputusan anak tapi akhirnya menerima karena ya cinta sama anaknya. Aku pernah mendengar beberapa cerita orang tua ngga menganggap anaknya lagi sebagai anak hanya karena pindah agama. Sedih aja.
Aku jadi merasa beruntung dibesarkan di keluargaku. Mamaku tuh mengakunya sejak umur tujuh tahun ngga pernah meninggalkan shalat. Setahuku mama dulu juga kadang shalat tahajud. Tapi waktu aku kecil pun, aku punya satu buku tebal untuk anak-anak tentang bible yang diceritakan menggunakan gambar-gambar gitu. Waktu aku umur 4 tahun, kami juga pernah pergi ke gereja tempat Yesus lahir. Mamaku paling suka pergi ke candi. Aku juga sering diajak bapakku main ke candi di pelosok, klenteng, atau Buddist Monastery gitu. Aku sama mamaku kalau pergi ke kuil di Jepang ya juga berdoa. Di Jepang aku beberapa kali pergi ke acara salah satu sekte Buddha Jepang gitu yang cukup kontroversial. 😂
Tapi ya tidak membuatku pengen pindah agama. Agama yang sekarang aja kurang ibadah, mau pindah agama lain. Buatku, pindah agama itu tidak ada gunanya, no debate, menurutku ya. Karena yang mengajarkan kebaikan ya semua oke, semua indah. Menurutku yang bodoh ini, kebenaran itu ngga hanya satu. Ya ngga tahu lah, males mikir. 😚
Oke, jadi ceritanya kepikiran kayak gini karena beberapa hari lalu heboh Rachel Vennya lepas kerudung. Seru aja bacain komen netizen 😂 Tapi menurutku banyak yang jahat sih. Ya suka-suka RV lah mau pakai baju kayak gimana. 😂
Menurutku, RV mau pakai kerudung atau enggak ya sama cantiknya. Menurut banyak orang Indonesia sih, katanya perempuan lebih cantik kalau pakai hijab, ah menurutku sih ngga juga. Ada yang lebih cantik kalau pakai hijab, tapi ada yang lebih jelek kalau pakai hijab. 😂
Aku tuh dari SD sampai SMA selalu pakai kerudung kalau sekolah. Kalau keluar ngga pakai, tapi kadang pakai juga kalau pergi sama teman sekolah. Waktu SMA, foto Facebookku ngga pakai kerudung, trus pas lagi ulangan umum, guruku nyamperin dong, cuma buat nanya, "Kok foto Facebooknya ngga pakai kerudung?" 👀
Waktu jaman SMA, beberapa teman memutuskan untuk memakai kerudung. Beberapa teman juga cukup kaget melihatku kalau pergi di luar tidak pakai kerudung. Bahkan ada yang kecewa dan menyayangkan keputusanku, yang bahkan tidak aku putuskan karena dari dulu kalau pergi ngga pakai kerudung. Lalu beberapa tahun kemudian, temanku yang kecewa dan mengomentariku karena aku ngga pakai kerudung ini memutuskan untuk lepas kerudung. 😂
I'm like 👀
Menurut aku sih semua itu tidak apa-apa. Mau pakai kerudung, oke, engga juga, oke, mau pakai lepas pakai lepas, oke. Ngga penting ah. Bahas yang lain aja. 😂 *tapi tetep bacain komen netizen di kolom komentar Rachel Vennya*
Ada Rambut di Makanan
Aku tuh geli banget sama rambut. Adalah hal yang menggelikan buatku untuk memakai sisir orang lain. Meski aku sisiran kayak sebulan sekali, sih. Serius. Mungkin pengaruh dari mama juga yang orangnya gelian sama rambut. Jijik kalau lihat sisir orang lain, atau rambut jatuh di lantai kamar mandi tapi ngga dibersihin? Ngomel-ngomel. 😂
Berapa tahun lalu ya, aku makan di restoran di Grand Indonesia yang aku lupa namanya. Kalau ngga salah Publik Markette, tapi mungkin bukan di situ. Waktu itu aku makan sama mama dan adikku. Aku pesan sepiring pasta yang aku lupa apa judul makanannya. Maaf lupa mulu, anaknya pelupa. Kayaknya semacam tipe aglio olio dan ada toppingnya sosis. Kalau makan pasta aku lebih suka yang tomato based atau pesto alla genovese tapi kok waktu itu lagi mood makan yang simpel semacam aglio olio. Aku juga ngga suka sosis kok waktu itu pesen itu ya. 😂
Di menu ada tanda cabenya yang berarti masakan pasta yang aku pesan bakal pedas. Kalau kamu ngga kenal aku (sok banget gue ngomong kayak gini), aku tuh ngga bisa makan pedas. Aku ngga pernah makan gorengan pakai cabai, aku ngga pernah makan nasi pakai sambal yang diulek. Tapi pas lihat tanda cabai di tulisan pasta yang ingin aku pesan, aku kayak, ya udah lah ya, kayaknya aku bisa handle pedasnya pasta. Kayak bakal sepedas apa sih.
Sialan, ternyata pedes banget. 😂 Mau makan rasanya butuh energi lebih banyak ketimbang dapat energi dari makanannya. Mamaku udah kayak, "Kalau ngga kuat ya udah ngga usah diterusin." Tapi kan mubazir ya makanan ngga diabisin, at least coba lagi buat ngga terlalu banyak menyisakan. Sampai akhirnya aku melihat sehelai rambut di piringku.
Ngga yang kesel apa gimana sih, ya menurutku menjijikkan tapi cuma kayak, wih ada rambut. Toh selera makanku sudah hilang dari awal karena ngga kuat pedasnya. Bisa juga itu rambutku meskipun aku menaksir kemungkinannya kecil itu rambutku karena rambutnya lurus. Trus stafnya, entah manager atau kalau waiter tuh kayak kepalanya gitu lah, ngeh dong kita ngomongin rambut. Trus kayak nyamperin dan tanya ada apa. Aku bilang saja kalau di piring ada rambut. Tanpa basa-basi, masnya langsung bilang, "Maaf sekali. Kami ganti yang baru, ya."
Aku langsung terpana sih, wow servisnya bagus sekali. Tapi kalau diganti, aku juga ngga kuat makannya. 😂 Akhirnya, kayaknya aku bilang ngga usah ganti. Eh, apa akhirnya diganti ya? Kok aku lupa sih. 😂 Yang aku inget servisnya doang sih top. Makanya aku mention tempatnya kok ngga yakin, kayaknya Publik Markette bener sih. 😂
Sampai akhirnya aku sekarang tinggal sendiri dan mulai rajin masak.
Dan aku sering menemukan rambutku di makanan. 😅
Rambutku tuh hampir sepinggang, kalau direbonding sih, dan yang aku temukan rambut-rambut pendek sekali kayak dua tiga sentimeter. Masalah rambutku saat ini sih sering patah, makanya sering rambut pendek berjatuhan. Apa jangan-jangan itu adalah rambut ketekku?
Geli, makanya aku kalau masak sekarang selalu mengikat rambut, itu pun sekali dua kali masih menemukan. Tapi kok kayaknya bisa memaafkan kalau masakan sendiri ya.
Pernah aku jajan bakpao di Lawson, pas bungkus bakpaonya aku buka ada rambutnya dong jeng jeng jeng! Tapi aku kayak, ya udah lah ya. 😂 Jorok tapi, alah kayak mbaknya ngambil di tempat bakpaonya cuci tangan dulu aja? Emang tangan dia bersih? Paling ngga juga. Rambut doang? Ya udah lah ya. 😂
Yang Ingin Aku Ucapkan Kepada Wahai Customerku #2
Saking banyaknya yang ingin kukatakan kepada customer-customer minimarketku, baik yang reguler maupun tidak, mungkin postingan ini bakal berseri banyak.
♥ Kepada nenek 90 tahun yang punya toko acar yang sepertinya cukup hitz di KyotoYang Ingin Aku Ucapkan Kepada Wahai Customerku
New Cover Israel National Anthem (Hatikvah)
Dosa gue sebagai pegawai minimarket #2
Lupa nge-scan barang
Kalau ada customer mau bayar, sebagai kasir kita harus nge-scan barcode yang ada di kemasan supaya data barang terbaca di mesin cash register. Setiap nge-scan, ada bunyi 'tiiit' yang menandakan kalau barangnya berhasil ter-scan. Nanti muncul lah nama barang dan harga di layar kasir. Biasanya setelah selesai scan aku mengecek ulang apakah jumlah yang aku scan sama dengan yang terdaftar di layar kasir melalui angka. Misalnya barang yang dibeli ada lima, maka aku lihat layar kasir apakah barang yang terscan ada lima. Di layar kasir, di sisi paling kiri tabel yang menunjukkan barang di-scan ada angkanya.
Karena aku agak membutuhkan waktu lama untuk membaca huruf Jepang, biasanya aku pusing kalau, barang yang dibeli hanya enam tapi yang ter-scan ada tujuh! Berarti ada yang kelebihan, entah aku scan dua kali, atau dari customer sebelumnya yang cancel atau pakai uang pas tapi belum ku-clear. Aku harus mencari barang mana yang tidak dibeli atau kelebihan. Sebaliknya aku lebih pusing lagi kalau barang yang dibeli enam, tapi yang ter-scan hanya lima! Berarti aku ke-skip nge-scan salah satu barang. Yang mana? Ini aku terpaksa baca list barang yang ter-scan satu per satu deh.
Aku berusaha tiap scan barang selalu melihat layar kasir, tapi namanya manusia kadang melakukan kesalahan ya. Beberapa kali aku sadar kalau kurang scan setelah orangnya pergi atau setelah orangnya bayar. 😂 Pernah suatu hari ada orang beli dua rokok dan dua kopi habisnya dibawah 1000 yen, dalam hati kok murah ya. Orangnya yang beli sudah pergi sih. Pas aku cek journal, tahunya aku hanya memasukkan rokoknya satu kali. 😂
Pernah juga ada orang beli roti dan beberapa onigiri, dan aku kurang scan satu barang. Aku sadar tepat setelah dia menarik kartu kreditnya. Karena antrean sangat panjang, trus aku dalam hati kayak, "Ya udah lah ya." 😂 Kebetulan minimarket tempat kerja aku yang ini dimiliki oleh perusahaan gede di Jepang. Jadi rugi 100-200 yen, nggak apa-apa lah ya. 😂
Tidak mengembalikan uang refund customer
Kalau ini bukan lupa ya, lebih ke waktu itu masih awal-awal kerja, jadi masih belum tahu. Nah, pemilihan pembayaran di minimarket kan jenisnya banyak. Bisa bayar pakai uang tunai, kartu kredit, kartu debit, barcode payment, dan e-money. Kalau misalnya bayar pakai barcode payment tuh, misalnya mau return barang atau refund (misal, karena kelebihan scan), uangnya akan dikembalikan langsung dari aplikasi barcode payment-nya. Kalau misalnya bayar tunai, ya dibalikin uangnya tunai.
Suatu hari, ada orang beli suvenir dan beberapa makanan. Setelah usai membayar ternyata dia ingin receipt yang terpisah, sepertinya karena dia mau minta reimburse kantor. Ya sudah, yang harus aku lakukan pertama kali adalah 'refund' uangnya. Customer tersebut menggunakan e-money Suica. Awalnya aku mengira kalau refund pembayaran menggunakan e-money tuh ya otomatis dikembalikan ke e-money-nya.
Aku tidak sadar kalau salah lah waktu itu.
Beberapa hari kemudian aku baru tahu kalau refund pembayaran dengan e-money tuh dibalikinnya pakai uang tunai 😂 Dalam hati, pantesan di mesin kasir angkanya ditunjukkan dengan angka merah dan negatif. 😂 Mana lumayan lagi sekitar 1400 yen. Maaf ya, Pak. Kayaknya sih ngga ada komplain dateng. Aku taksir sih bapak ini pegawai kantor yang rata-rata kalau charge e-money tuh bisa 10000 yen sekali charge dan ngga terlalu memonitor penggunaan, jadi kayaknya bapaknya sih nggak sadar. Karena bapaknya pakai Suica, kemungkinan bapaknya tinggal di daerah Kanto (Tokyo dan sekitarnya), jadi ngga balik lagi ke tokoku. 😂
Dosa gue sebagai pegawai minimarket
Di postingan kali ini aku mau pengakuan dosa.
Melakukan kesalahan itu sangat amat wajar. Namanya juga manusia. Sebagai pegawai minimarket yang selalu ada barang baru tiap hari, promo ganti tiap minggu, sistem update berkala, customer yang sumbunya terlalu pendek, rasanya ngga mungkin tiap kerja ngga melakukan kesalahan. Pasti ada aja miss, meskipun sedikit. Tapi ada beberapa kesalahan yang bikin aku merasa berdosa banget 😂
Menjual makanan mengandung babi ke orang vegetarian
Waktu sebelum masa korona, banyak banget turis asing yang mampir ke minimarketku. Di minimarket kan jualan gorengan yang jenisnya sekitar sepuluh lebih. Suatu hari ada turis asing berkulit putih dan tidak bisa Bahasa Jepang mengaku vegetarian dan bertanya apakah kroket yang dia tunjuk mengandung daging. Aku pun berjalan ke depan etalase gorengan untuk memastikan, aku membaca judulnya 'Vegetable Croquette' dalam Bahasa Inggris.
"Oh ini kroket sayur, jadi tidak apa-apa."
Terjuallah satu kroket sayur. Berapa menit setelah orang itu keluar, aku melihat papan harga gorengan dan ternyata ada gambar muka babinya. Jadi meskipun dalam Bahasa Inggris judulnya 'Vegetable Croquette' ternyata mengandung hewan juga. 😭😭😭 Aku baru sadar setelah itu kalau di papan harga gorengan itu kita bisa lihat kandungan allergen dan substance seperti jenis daging yang digunakan. Lagian judulnya kroket sayur huhuhu, bisa-bisanya mengandung babi juga.
Gorengan beku jatuh ke lantai tetap dijual
Kadang tuh gripku ngga bagus, meskipun kayaknya menjepit gorengan beku dengan tong itu gampang, kadang kepeleset juga dan akhirnya jatuh ke lantai. Secara common sense sih jorok ya, apalagi ini bukan untuk dimakan sendiri tapi dijual, harusnya mah dibuang saja. Tapi rasanya sayang untuk dibuang dan menjadi kerugian toko.
Akhirnya... aku goreng aja. 😂 Jatuhnya belum lima menit ini. Padahal lima menit tuh lama banget ya. Lagian suhu minyak kan panas banget, jadi insyallah kumannya mati. 😂 Aku cuma sekali (apa dua kali ya) kayak gitu sih. Sesudahnya ya menjepit gorengan bekunya hati-hati, pernah juga kalau jatuh ya akhirnya aku buang.
Masih banyak dosa-dosa lain yang aku lakukan di minimarket. Bakal kutulis lagi yang lain kalau nggak males hehe.