Gini-gini aku punya target yang rada ambisius, salah satunya bisa bercakap-cakap dengan lebih dari lima bahasa asing sebelum umur 30 tahun. Sekarang baru bisa dua, dan dua target bahasa yang kudu dikuasai secepatnya yaitu Mandarin dan Korea. Alasannya karena aku bisa sedikit berbahasa Jepang dan bisa baca beberapa kanji. Bahasa Mandarin memang susah baca karakternya tapi grammar-nya gampang macam Bahasa Indonesia, sementara Bahasa Korea grammar-nya mirip Bahasa Jepang dan 60% vocabulary-nya berasal dari karakter Cina.
Sampai-sampai sudah berencana ambil tes HSK dan TOPIK, semacam IELTS/TOEFL untuk Bahasa Mandarin dan Korea.
Tapi ya dasar namanya target doang. Ngga ada belajar-belajarnya. π
Sampai akhirnya mulai bekerja di sebuah perkebunan di Tasmania. Kemungkinan pekerjanya sekitar 100 orang dan hampir 90% berbahasa Mandarin. Kalau ngga dari Taiwan, ya dari Cina. Ada juga beberapa yang dari Hong Kong (mereka native Cantonese tapi semua bisa Mandarin). Aku juga pernah menyebut di postinganku sebelumnya kalau aku sempat tinggal di sharehouse dan ada 10-11 orang yang tinggal di sana dan hanya aku yang tidak paham Bahasa Mandarin.
Sejak saat itu aku merasa Bahasa Inggris tak lagi penting. Bahasa Mandarin jauh lebih penting. Apalagi sebagian dari mereka yang berbahasa Mandarin di sini tidak lancar berbahasa Inggris. Sampai-sampai supervisor menyuruhku menerjemahkan ucapan supervisor kepada mereka. Sampai-sampai aku kudu minta maaf kepada supervisor karena aku ngga bisa Bahasa Mandarin. π
Meski di sharehouse sebelumnya semuanya berbahasa Mandarin, aku juga tidak mulai belajar. Hanya jadi mengerti beberapa vocabulary yang mudah seperti ει₯ (chi fan = makan nasi),εΎη (hen re = panas banget),dan εΎι₯Ώ (hen e = lapar banget).