HRD dalam Sebuah Karya Seni

Liat-liat pameran seni buat gue tuh semacam membaca puisi orang, mendengar lagu bahasa asing, menonton ludruk, melihat teater atau datang ke pameran lukisan. Seringnya gue nggak paham, tapi tetep bisa aja menikmatinya.

Sabtu tepat dua minggu lalu, ketika sedang kelas, dosen gue menginformasikan kalau ada pameran seni berjudul 'Human Resource Development' di Ark Gallerie, Kebayoran Baru. Dia girang banget karena si senimannya, Ade Darmawan membuat instalasi seni berupa gambar yang disablon ke kanvas yakni gambar grafik Human Development Index (HDI) dan grafik-grafik ekonomi lainnya deh. Meh, eike nggak tertarik lah sama grafik ekonomi tapi mendengar info pameran seni, gue dan Aji pun kepengen ke sana.

Kayaknya gue sama Aji tuh punya semacam ikatan batin. Kami berdua kan hampir selalu bawa kamera saku. Kok ya ndilalahnya, kamera dia memorinya penuh, kamera gue baterainya abis. Jadilah pas di galerinya, pakai kamera dia tapi pakai kartu memori gue. Alhamdulillah, masih bisa narsis-narsis. *jadi itu inti ceritanya*

Pameran seni HRD ini semuanya menggunakan barang yang didapatkan dari pasar loak. Pasar loak yang merupakan pasar sekunder bisa menunjukkan sisi konsumsi manusia. Kata kurator ekshibisi tersebut, Agung Hujatnikajennong, ada tiga golongan konsumen pasar loak. Yang pertama ialah mereka yang ingin meningkatkan nilai guna barang bekas. Yang kedua ialah mereka yang ingin menaikkan strata sosial dengan modal minim. Yang ketiga ialah para kolektor.

Instalasi pertama yang kami lihat ialah Tournaments, yakni jejeran pajangan piala. Ini menunjukkan bahwa meski kemenangan ialah sebuah yang prestisius, lama kelamaan akan usang dan bahkan ada yang berakhir di pasar loak. Lucu-lucu pialanya, masak ada piala juara lomba suap-suapan...

Gue coba baca kuratorialnya... meh... tetep nggak ngerti!

Kemudian ada karya berjudul Bagaimana Mendjadi Kaya. Ada dinding yang bergambarkan grafik-grafik dan rumus yang biasa kita lihat di buku-buku. Misalnya, rumus SWOT, diagram yang di ESQ itu tuh, macem-macem. Di sebelahnya ada buku-buku loakan di atas meja kuno yang dibagi menjadi tiga kategori: agama, negara, dan kapitalisme. Tapi tetep aja maksudnya gue nggak paham, hahaha...

Ada instalasi berjudul Permutation di mana di sebuah ruangan terdapat 15 lampu chandelier dan 20 kotak kaca berisi barang bekas mulai dari mesin ketik, piano mainan, mesin kasir, dan lain-lain. Ada juga Carousel, berupa piano tua yang di belakangnya disusun papan-papan kayu yang digunakan untuk menggantikan layar. Sementara proyektor menyetel foto-foto yang dibeli dari pasar loak. Tokoh utama dalam fotonya ialah bapak-bapak setengah tua. Sayang, pas kami ke sana rusak lampunya apa ya, jadi nggak bisa disetel. Meh...

Permutation

Setelah itu pun kami melihat karya yang dimaksudkan si ibu dosen. Enam kanvas bergambarkan diagram-diagram statistik berjudul Men, Illiterate, Work, Education, Non Formality. Di sebelahnya ada gambar Volvox Globator, diagram yang ada pada tes psikologi, dan lain-lain. Gue pun mencoba mencerna dengan membaca buku kurasinya, kok tetep ra dong ya... Waduh, kenapa eike susah ngerti gini-ginian sih... Dasar nggak ada bakat seni kali ya, hihi!

Suka ke pameran seni nggak?

❤❤❤