Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gua Pindul dan Ekonomi Kerakyatan

Aku perhatikan ketika sedang menuju ke arah Imogiri dari Kota Jogjakarta saja sudah bertemu dengan beberapa plang 'desa wisata'. Anehnya, desa-desa wisata itu tidak ramai didatangi pengunjung. Semestinya, namanya desa wisata paling tidak desanya berkesan 'hidup'. Akan tetapi, kok desanya seperti manusia yang tidak ada denyutnya ya. Dari artikel VoA Indonesia yang berjudul Indonesia Harus Maksimalkan Pengembangan Desa Wisata, diketahui bahwa ada kesalahan pada desa wisata di Indonesia kebanyakan.

Kesalahannya ialah bahwa pencapan desa wisata begitu mudahnya oleh pemerintah setempat. Sebuah desa dengan mudah dilabeli sebagai desa wisata dan kemudian barulah dibentuk desa itu mau menjadi desa industri apa, atau desa budaya apa. Padahal, desa wisata sebenarnya ialah desa yang memang memiliki potensi wisata dan kemudian kegiatan ekonominya bisa disanggah dengan potensi tersebut dan barulah menjadi desa wisata. Bukan hanya sekadar gelar 'desa wisata' saja.

Salah satu 'desa wisata' yang sukses di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ialah desa wisata Bejiharjo yang bintangnya ialah Gua Pindul. Beberapa waktu lalu, aku pergi ke Gua Pindul yang kini lagi populer-populernya di dunia wisata Gunung Kidul. Berubahnya desa sekitaran Gua Pindul menjadi desa yang berbasis pariwisata, menggerakkan warga sekitar lebih maju dalam aktivitas ekonominya.


Temanku yang pergi bersamaku, sebelumnya ia sudah meriset bagaimana cara pergi ke sana. Kata orangnya, nanti kalau sudah sampai Alun-Alun Wonosari akan ada orang yang menunjukkan jalan arah masuk ke Gua Pindul. Batinku, kok aneh ya. Apa si pemandu itu akan men-charge uang yang besar? Kenapa harus pakai dipandu segala untuk masuk ke daerah Bejiharjo?

Bapakku yang mengantarkanku bilang kalau masuk ke arah Gua Pindul itu tak susah, tak perlu pemandu. Memang, anehnya, di sana tidak banyak plang-plang penunjuk arah. Kemungkinan disengaja agar pemandu yang ngetem di Alun-Alun Wonosari ‘laku’ diminta para wisatawan untuk memandu bagaimana cara masuk ke Bejiharjo. Ternyata para pemandu itu gratis karena mereka akan mendapatkan komisi penghasilannya dari operator wisata Gua Pindul yang jumlahnya hanya dua di Desa Bejiharjo tersebut.

Sayangnya, meski kami tidak meminta pemandu untuk mengarahkan kami, mobil kami tetap dikejar oleh para pemandu itu dan mereka bertanya kepada kami apakah kami menuju ke Gua Pindul. Pemandu yang itu enyah dari dekat mobil kami, motor lain mendekati kami. Kami pun risih dan ya pemandu itu memang rada nggriseni (membuat risih). Akhirnya kami pun berbohong dan bilang kami bukan mau ke Gua Pindul melainkan bertemu seseorang di desa itu. Barulah para motor pemandu itu tidak mengejar kami.


Kata bapakku, memang adanya wisata baru Gua Pindul ini menghidupkan desa itu. Aktivitas ekonomi berjalan lebih giat. Timbul lapangan kerja baru yang banyak, mulai dari pemandu di guanya sendiri, pemandu yang mengantarkan masuk ke operator, pekerja operator, pedagang di sekitar, dan masih banyak yang lainnya. Cuma part pemandu motor yang merisihkan saja yang kurang nyaman. Paling tidak, jangan terlalu memaksa lah. ☺

Para guide yang memandu di dalam Gua Pindul ada yang tadinya petani, pedagang, pengangguran, dan sebagainya. Namun seiring majunya wisata Gua Pindul, ada yang beralih profesi maupun yang tadinya tidak bekerja menjadi bekerja. Bukan hanya karena daerah Gua Pindul yang semakin ramai, tapi kalau dilihat dari desanya pun, seperti desanya itu 'hidup'. Beda kalau melihat desa lain di bagian Kabupaten Gunung Kidul lainnya.

Aliran air buangan Gua Pindul di Kali Oyo. Ada gue tuh. *trus??
Ekonomi kerakyatan di Desa Wisata Bejiharjo hidup karena pariwisatanya. Dan sayangnya aku masih percaya, kemajuan ekonomi harus disokong dengan kemunduran lingkungan. Mau dikata wisata Gua Pindul ramah lingkungan, tapi masuknya para wisatawan ke dalam Gua Pindul sedikit banyak mempengaruhi ekosistem lingkungannya. Contoh kecil, ketika wisatawan memegang-megang karst yang masih tumbuh atau lampu kepala para guide yang menyoroti para kelelawar. Meskipun tak terpengaruh banyak, tapi tetap saja ada pengaruhnya.

Ekonomi di Desa Bejiharjo memang benar-benar ekonomi yang datang dari rakyatnya sendiri. Bukan yang investasi asing, membuat pabrik dan merusak lingkungan. Melainkan dari potensi wisatanya yang kemudian menggugah rakyat di sekitarnya dalam roda perekonomian. Kalau melihat dari Gunung Kidul yang kaya akan pesonanya, harusnya ada banyak desa yang 'hidup' semacam Bejiharjo ini. Ini baru Gunung Kidul, bagaimana dengan Indonesia seluruhnya? Yah, semoga saja ya… ekonomi kerakyatan akan maju di daerah-daerah lainnya. Dan masalah degradasi lingkungan, harusnya para wisatawan peduli dengan hal itu. Minimal yang bisa dilakukan, tidak membuang sampah sembarangan lah ya… ☺

❤❤❤


Referensi:
"Indonesia Harus Maksimalkan Pengembangan Desa Wisata" http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-harus-maksimalkan-pengembangan-desa-wisata-135821073/102280.html - 17 Desember 2011

87 komentar untuk "Gua Pindul dan Ekonomi Kerakyatan"

  1. ya semoga saja tetap berjalan beriringan sehingga lingkungan pun tidak rugi mbak una, lama nih nggak berkunjung disini ^^

    BalasHapus
  2. Ka Una cucok jadi Duta Pariwisata nih. Jalan-Jalan mulu yooo .. enaknyaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Meh... jalan-jalan mulu apanya :P
      Ini udah lama :D

      Hapus
  3. Teringat juga saat aku dan keluarga bertandang ke Makam Imogiri, Yogyakarta ..
    karena disitu diceritakan oleh ayahku adalah tempat makam kakek buyutku ..
    tapi belum kesana lagi .....

    semoga ekonomi kerakyatan di sana terus mengalami kemajuan yah ..

    BalasHapus
  4. Di satu sisi, untuk memperoleh label desa wisata sangat mudah sekali. Tapi di sisi lain, banyak urusan yg dibikin berbelit2...

    BalasHapus
  5. Baru kali ini dengar tentang Desa Bejiharjo dan Gua Pindul.
    Di Malang juga ada beberapa desa wisata, dan benar kata kamu Una, tidak semua dari desa itu sebenarnya sudah layak menyandang gelar desa wisata,,

    Pengen nyebur ke sungainya euiyy,. Eh, trus foto gua nya mana Una? Beneran gak jadi kesana kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoi, kayak ngaco gitu ya mbak. :D
      Jadi dong, tapi nggak kuaplut, biar penasaran. *tipu abis*

      Hapus
  6. Aku pernah ke sana, dek. Menyenangkan!

    Tapi yang susur gua, susur sungainya belum pernah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, emang asik mas!
      Pengen ke sana lagi :D

      Hapus
  7. kalo pemandunya rese2 gitu, jadi males juga ya Un..:D

    BalasHapus
  8. Selain keresean pemandu itu desa wisata yang ada goa pindulnya ini masih menarik Na. barusan baca blog orang yang bahas potensi desa wisata juga. Bener kalo katamu, mestinya ada dulu potensi baru dikembangkan, bukannya langsung ceplos aja gelar desa wisata.

    BalasHapus
  9. Dilarang bermain AIR ya. KEliatan tulisannya jelas dari papan pengumumannya. Jadi kalaw berenang boleh ya mba Una. Pasti deh ada foto yang dibuat blur alias tidak kelihatan.

    BalasHapus
  10. Belum pernah denger soal Goa ini Na... Tapi kalau sampe dikeja2 gitu.. Agak ilfil ya jadinya.. >_<

    BalasHapus
  11. kenapa juga pake pemandu ... bingung gw dimana2 kudu pake pemandu, gak seru malahan kl ada pemandu nya malah, gak asik :D
    kecuali pemandunya gw ... hahaha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan apa-apa, kalo gak ada yang mandu, banyak yang rusak ntar guanya :D
      Apalagi kalo turisnya kayak situ :P

      Hapus
    2. Ini ada turis dan pemandu [orang utan] kok gak akur sih?

      Hapus
  12. mbak unaaaa kenapa fotonya di blur teruuuus :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu bukan diblur tapi dimozaik :D

      Hapus
    2. Hahahhaa istilah Adobe Photoshop. Laen dah yang udah makanannya Photoshop. Kalaw saya mah makanannya SIomay, Bakso, Mie Goreng, Bubur Ayam. Huaaaaaaaa bubur lagi

      Hapus
  13. itu poto muka kamu kok jadi horor gitu yak.. bhahhaa

    BalasHapus
  14. ulasannya bagus Un ...
    emang kalau pemandunya memaksa gitu, bikin kenyamanan berkurang ...

    BalasHapus
  15. uno tiap hari jalan-jalan terus ni ye? kapan ke surabaya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoi jalan-jalan di kampus. Besok aku ke Surabaya :D

      Hapus
    2. iya aku dikasih tahu fai......... cie kalian mau gedate ni ye hehehehehe

      Hapus
  16. bener juga loh desa wisata jarang orang tau, jadi gimana mau terkenal ya

    BalasHapus
  17. aku juga risih Una, kalau lg ke satu tempat wisata terus dikejar kejar, tapi penjual souvenir, sampai pernah mobil sewaan ngak bisa bergerak akrena dikerumuni mereka, ini mah di Bali kejadiannya

    jd pengen ke gua pinggul eh Pindul :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi risih abis ya kalo dipaksa-paksa gitu... udah bilang enggak tetep dikejar. :D
      Ayo mbak ke pindul aku yo dijak yo :D

      Hapus
  18. Ipad ipad ipad :D

    eh Un, aq kok dadi pengen nyang pindul yow? :(

    semoga saja bisa gratis :D

    salam buat Nimas n temenmu ya Un

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dah gak bisa dapet ipad lagi je :D

      Ih, semoga enggak gratis :P

      Salam juga mas buat temenmu...

      Hapus
    2. Ayo nang pindul guide-nya uNa saja dwehhh...#telponku gak dinagkat mulu yaaaa, hiks:(

      Hapus
    3. ihi ihi yang lagi KOPDAR berduan ihi ihi

      Hapus
    4. munir melu payu kui Un..

      eh blog e mas monyet kok nggak isoh tak buka yow???
      sampaikanlah ke padanya, sapa tau bukan browser q yg bermasalah...

      Hapus
    5. mbak artis blogger, "kata mbak niar" cie cie cie

      Hapus
  19. jalan jalan mulu nie sob ... ajak2 donk ke goa pindul

    BalasHapus
  20. wah, bakalan menang lagi deh ini.... keren tulisannya Un... :)

    desa wisata sebenarnya ialah desa yang memang memiliki potensi wisata dan kemudian kegiatan ekonominya bisa disanggah dengan potensi tersebut dan barulah menjadi desa wisata. Bukan hanya sekadar gelar 'desa wisata' saja. <-- sepakat banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Banyuwangi ada desa yg di sbt "wisata Osing", dulunya ku kira nuansanya khas tradisional dengan budaya aseli orang Banyuwangi yaitu suku Osing. Pas aku aku kesana, shock plus kaget, trnyt yg di maksud wisata Osing itu ya tmpt wisata pd umumnya, ada kolam renang cs getu deh...#shock!

      Hapus
  21. kapan elo ngajak gue Na?....hehehe!
    asyik banget tuh mandinya.
    btw, kita berdoa aza Na, semoga ekonomi kerakyatan benar2 dilaksanakan dan bukan hanya sebuah slogan semata!

    BalasHapus
  22. bagus juga ya jadi desa wisata untuk menumbuhkan perekonomian disana...

    BalasHapus
  23. Ipod sudah mnunggumu UNaaaaa............

    BalasHapus
  24. ekonomi kerakyatan tuh yang kayak apa sih...**garuk-garuk pala

    BalasHapus
  25. tulisan Una kayak pakar Ekonomi ne... Say adukung Una jadi Duta Ekonomi Wisata #tsahhh.
    Di Goa Pindul itu operatornya namanya Pak Tukijo Un...ndak ketemu to kemarin ;D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah menteri keuangan RI sudah was was tentunya.

      Hapus
  26. Bisa dicoba nich, biasanya paling ke Baron, sundak dkk.

    BalasHapus
  27. Potensi desa kayak yang begini tuh demand nya bayak ya Ka Un, tapi emang pemerintah Indonesia rada kurang maksimal..
    Tpi namanya wilayah yang untuk udah di'eksploitasi' untuk pariwisata, memang mau ga mau ekosistemnya pasti akan terusik, yang lebih penting adalah gimana mebuat regulasi sejauh mana batasan wilayah atau tempat tersebut "dieksploitasi"

    BalasHapus
  28. keren un ulasannya jadi bikin pembacanya pengen kesono...

    BalasHapus
  29. Dengan dibukanya untuk tempat wisata memang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pastinya akan berefek pula pada kemurnian budaya dan alam itu sendiri.

    BalasHapus
  30. yg terkenal di jogja memang baru goa ceremai..yg lainnya jarang dikunjungi wisatawan

    BalasHapus
  31. hem....sering kejogja tapi baru denger goa pindul...

    BalasHapus
  32. ini dia nih.. yang aku cita citakan... indonesia punya banyak wisata desa begini..

    negara maju sudah banyak melakukannya... menjual perkebunan anggur dan peternakan memamerkan bagaimana caranya membuat keju dan lain sebagainya..

    wah kalau dibanding dengan kekayaan Indonesia sih mereka sih bukan tandingannya...

    BalasHapus
  33. goa pindul... aneh ya namanya :p
    unaaa apa kabar nona cantik?

    BalasHapus
  34. itu di tempat kelahiran saya mba un..
    wah sampeyan ngga ngajakin aku deh..
    kangen juga, malahan saya belum pernah berkunjung karena langsung ke Jakarta.. :(

    BalasHapus
  35. Pemberian label desa wisata yang kurang tepat justru bisa menjadi bumerang bagi desa itu sendiri, juga desa-desa lainnya sebab bisa bisa membuat orang tak tertarik lagi dengan yang namanya desa wisata atau apapun namanya bila hanya sekedar menjual nama saja.

    BalasHapus
  36. huuii ikut jalan2nya dong .. :D

    BalasHapus
  37. Ikutan lomba blog voa lagi un? bagi2 dong hadiahnya kalo dapet :P

    aku lernah tuh masuk ke tempat wisata yg pemandunya rada maksa buat nganterin.. emang nyebelin banget seh menurut aku.. hmm..

    Semoga banyak desa wisata lainnya yg terus maju deh di indonesia ini :)

    btw masih ditunggu loh una foto buat GA akuh ;)

    BalasHapus
  38. liat fotonya jd kepengen main air juga :D

    BalasHapus
  39. Benar Na. Aku juga beberapa kali membaca berita Desa X adalah desa wisata; dan aku juga merasa bahwa pemberian gelar itu kok mudah sekali, hehehe :) Seharusnya sebelum diberi label, kewisataan desa wisata itu kan dibangun terlebih dahulu ya. Jadi labelnya nggak sia-sia dan kemudian malah mati. Kalau pelabelan 'desa wisata' ini akhirnya banyak yang mati, reputasi labelnya sendiri juga lama kelamaan akan kikis kan? :)

    Btw, bener tuh. Pengelolaan tempat wisata itu kompleks karena maintenance atau perawatan atau pelestarian harus selalu dijalankan. Takutnya, ini kurang diperhatikan sehingga lama kelamaan obyek wisatanya malah rusak... :(

    BalasHapus
  40. yg bagaimana sih yg disebut desa wisata?
    kalau menurutku ya semua lini harus siap, obyek andalannya ada, ada rumah makan dan penginapan representatif dan masyarakat juga sadar wisata
    Teemasuk semua papan peyunjuk dan papan informasi lengkap

    BalasHapus
  41. Desaku bukan termasuk desa wisata karena gak ada yang dilihat kecuali kolam renangku yang murah meriah ha ha ha
    Fotoya pakai topeng, beli dari desa wisata.

    Salam sayang selalu

    BalasHapus
  42. Mmm, agak disayangkan pemandu yang bersifat memaksa gitu sih. Orang2 mau kesana lagi jadi males karena gak ada rasa aman >_<" di beberapa tempat wisata suka gitu

    BalasHapus
  43. masih aja menghajar untuk VOA.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ehhh... saya baru sadar...


      itu di foto GOA PINDULnya ada tulisan JTMI UGM.. .:D

      ternyata jurusan ane KKN disana toh...

      Hapus
  44. Keknya itu emang sebab-akibat yg tidak bisa dielakkan ya Na, kemajuan ekonomi versus kemunduran lingkungan, tapi seharusnya sih bisa diminimalisir *edisi sotoy*

    BalasHapus
  45. tumben poto di air tejunnya g di urek" :D

    Hem, jd pengen explore desaku ^^

    BalasHapus
  46. Una jalan2 terus nganti ra kober update blog...

    BalasHapus
  47. aku menci kamu dan blog kamu Na...
    durung sido dolan rene T.T

    BalasHapus
  48. Wah...harus kesana neh..belum pernah soalnya....

    BalasHapus
  49. pengen deh nemplok dikantong Una...biar bs ngintil ke mana mana huuffttt

    BalasHapus
  50. itu pemandunya iket aja dipojokan gue mbak xixixxi..atau masukin karung?

    BalasHapus
  51. Lah ngapain wajahmu ditutupin di foto, Na? :D

    BalasHapus
  52. bahaya ya kayanya gak boleh sembarangan juga kayanya.

    BalasHapus