Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kebebasan Berekspresi Para Pinoy

Pada tahun 2011, tercatat 130 jurnalis Filipina dibunuh saat bertugas dan total 197 yang terbunuh sejak tahun 1986.  Pada tahun 2009, terjadi pembantaian wartawan (Maguindanao/Ampatuan Massacre) dan membunuh 58 orang yang di dalamnya terdapat 32 jurnalis. Setelah pemerintahan Presiden Benigno Aquino III, ada 19 orang terbunuh dan hanya tiga kasus yang pembunuhnya dihukum. Selebihnya adalah kejahatan tanpa hukuman atau impunitas.

Bahkan baru awal Agustus lalu, tiga kolumnis media cetak Filipina dibunuh dan baru seminggu lalu seorang komentator radio, Fernando Silijon, dibunuh di Iligan, Filipina Selatan. Silijon adalah komentator radio terkenal yang kritis akan masalah korupsi dan kriminalitas yang meningkat di Kota Iligan. Diduga pembunuhan Silijon erat hubungannya dengan pekerjaannya.

Kasus-kasus pembunuhan jurnalis ini ada yang menganalogikannya seperti akun sosial media. Masyarakat bebas mengutarakan pendapat atau mengkritik pemerintah. Namun ketika pejabat lokal maupun tingkat negara tidak suka dan ingin balas dendam, mereka akan block, unfriend, atau report as spam dengan cara menculiknya atau bahkan membunuhnya.

Namun kita hidup bukan dalam kehidupan akun sosial media. Para politikus yang maju dalam pemerintahan seharusnya sudah siap dengan kritik dari masyarakat dan siap mental dengan apa yang mengganggu reputasinya.

Cybercrime Law

Selain kasus di atas, yang nge-hip di Filipina sejak tahun lalu adalah disahkannya Cybercrime Prevention Act of 2012 atau Republic Act No. 10175 pada 12 September 2012. Undang-undang ini mengatur kegiatan dunia maya. Termasuk akses ilegal data, pornografi anak, pencurian identitas, cybersex, dan pencemaran baik secara online (online libel/defamation).

Undang-undang ini dikritik karena bisa menjatuhkan jurnalis maupun netizen karena mengkriminalisasi pencemaran nama baik secara online, yang mana hal itu membatasi kebebasan berekspresi. Uniknya lagi, UU ini mengatur bagi yang menulis bernada fitnah di akun sosial media bisa dihukum lebih dari yang 'mencemarkan nama baik' melalui media konvensional seperti koran atau televisi.

Jurnalis dan blogger menolak UU ini hingga akhirnya pada 24 Mei 2013, UU ini didrop dan akan direvisi ulang.

From xoxoalim.tumblr.com

Dari Kacamata Blogger Filipina

Untuk mengetahui pendapat para jurnalis warga mengenai freedom of expression di Filipina, aku bertanya langsung kepada Flow Galindez, seorang blogger Filipina. Makin ke sini, media baik media cetak, televisi, atau radio makin kuat. Media menjadi 'suara' bagi orang Filipina. Di sana juga terdapat citizen journalism (jurnalisme warga) yang berperan dalam partisipasi warga untuk melaporkan anomali yang terjadi dan menuntut transparansi.

Penculikan dan pembunuhan jurnalis tidak hanya terjadi di Filipina. Namun, iya, di Filipina tergolong parah dalam kasus itu. Menurut Flow, mereka, jurnalis, blogger, pekerja media, tidak akan berhenti untuk menyerukan untuk transparansi, kriminalitas, anomali yang harus dibuat terbuka. Mereka punya keadilan yang harus ditegakkan supaya memiliki good governance dan crime-free government.

Mereka pun tidak boleh berhenti karena sudah banyak teman jurnalis yang sudah mengorbankan nyawa mereka demi dunia jurnalisme. 

Tentang cybercrime law, undang-undang itu belum diimplementasikan sepenuhnya. Perjuangan jurnalis dan blogger Filipina adalah bagaimana tidak ada undang-undang yang bisa menyensor kebebasan berekspresi mereka untuk menuntut transparansi. Pemerintah Filipina harus mengubah pasal-pasal supaya tidak melanggar hak asasi dan tidak menggunakan pasal untuk menjatuhkan jurnalis dan netizen.

Mirip Negara ASEAN Lain

Dilihat dari indeks kebebasan pers, negara Filipina tak jauh dari negara ASEAN lain. Filipina berada pada peringkat 147, Indonesia nomor 139, dan Kamboja peringkat 143. Paling punya 'kebebasan pers' adalah Brunei pada ranking 122 dan paling 'tidak bebas' adalah Vietnam ranking 172.

Yang terjadi di Filipina, mungkin hampir sama dengan di Indonesia pada masa pemerintahan orde baru. Jangankan tertulis, mengadakan diskusi yang berhubungan dengan kritik terhadap pemerintah aja 'abis'. Di Indonesia, tahun lalu terdapat kasus pembunuhan seorang jurnalis Koran Harian Metro. Tahun 2010, juga terdapat pembunuhan Kontributor SUN TV Maluku. Pada tahun 2011, tercatat 96 kasus kekerasan pada jurnalis. Serta satu yang nge-hip adalah kasus Prita Mulyasari, setelah ia mencurahkan keluhannya sebagai pasien salah satu rumah sakit melalai surat elektronik, dan ia dipenjara.

Baru-baru ini juga ada kasus yang nge-hip dari Vietnam, ketika pemerintah negara Vietnam memenjara blogger dan netizen. Sampai saat ini tercatat 35 blogger dipenjara di Vietnam. Pemerintahan di Vietnam serta perdana menterinya sendiri tidak akan segan-segan memberi hukuman berat kepada orang yang mengkritik dan menjelek-jelekkan pemerintah negara. Ngeri ya...

Presiden Filipina, Benigno 'Noynoy' Aquino III. Banner http://www.noynoy-aquino.com/photo.htm
Presiden Filipina Benigno Aquino III berjanji untuk membuat pekerjaan jurnalis semakin aman. Semoga janjinya cepat dilakukan dan tak ada lagi impunitas dalam kasus pembunuhan jurnalisme di Filipina. Nggak cuma Filipina, tapi juga negara ASEAN lain, sehingga kita semua bebas berpendapat tanpa dibayang-bayangi menjadi kriminal atas pendapat kita sendiri. Meskipun, ya ya, apa yang kita ucapkan atau tulis menjadi tanggung jawab masing-masing... ^^

❤❤❤

Note dan Referensi:
*Pinoy: demonim informal orang Filipina
2013 World Press Freedom Index
ANTARA Sumbar
Blogger Tolak UU Cybercrime Baru Filipina
Cybercrime Prevention Act of 2012
Philippines: Spate of Journalist Killings

14 komentar untuk "Kebebasan Berekspresi Para Pinoy"

  1. kebebasan pers masih sekedar mimpi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sudah pantengin dari tadi, akhirnya gagal lagi Pertamax. Hieiehiehiheiehee

      Hapus
    2. Mba Una, Napaka Ganda mo

      heiheiheihieee

      Hapus
    3. Belum tahu, kala blogger Indonesia keturunan kerajaan Majapahit..... he,,,, he,,, h,e,,,,

      Hapus
  2. mudah2an pemerintah Indonesia tidak mengikuti pemerntahan 2 negara diatas, agar kita masih bisa bebas untuk bersuara di ajang perblogeran indonesia..hehehhehe

    BalasHapus
  3. Yah gitu pejabat main kuasa. Kalau gagal "membeli" berita maka jadi begitu....

    BalasHapus
  4. Kebebasan blogger juga bisa di jadikan kebebasan sebagai sosial kontrol berjalanan untuk hal positif . Maka tularkan semangat positif yang menyala dari setiap ujung pena.


    Salam wisata

    BalasHapus
  5. wartawan jg punya hak untuk bebas yah.

    BalasHapus
  6. good luck ya Una, maaf aku baru bisa mampir

    BalasHapus
  7. ngeri juga jadi jurnalis blopger. nyawa bisa taruhannya. semoga saja jurnalis bloger bukan jadi ajang cacimaki tetapi suatu kritikan yang santun dan membangun. Betul kagak pendapatku ?

    BalasHapus
  8. wah sadis-sadis gitu yah di filifina .. semoga gak akan terjadi di Indonesia

    BalasHapus
  9. Di INdonesia juga harus masih hati hati ya menulis sampai sekarang. jangan sampe keblablasan deh..

    BalasHapus
  10. tulisanmu ini mengangkat tema yg lumayan serius dan kamu bisa membawakannya dgn sedikit nge-hip, akan tetapi betebarannya data-data di tulisan ini menjadikan agak sedikit keganggu ngebacanya..

    BalasHapus