Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidup Bertetangga di Jepang (2)

Cerita dalam postingan ini merupakan kelanjutan dari Hidup Bertetangga di Jepang.

Kilas balik sedikit, di postingan pertama aku bercerita bahwa aku sedikit ketakutan karena ada tetangga yang mengetuk kamar dan berkata ingin meminjam telepon genggamku.

Setelah kejadian itu, aku hanya sesekali berpapasan dengannya. Anehnya, beberapa kali kejadian, saat aku senyum ia seolah tak mengenalku. Aku hanya berpikir entah ia lupa kepadaku atau matanya yang tidak terlalu jelas melihat. Aku tidak berpikir panjang. Anehnya lagi, kadang-kadang ia yang menyapaku duluan. Pernah suatu hari aku hendak menyeberang perempatan tak jauh dari rumah, ia dari kejauhan sudah melambaikan tangannya kepadaku. Aku pun kebingungan, eh ternyata ingat?

Setahun setelah ia meminjam telepon genggamku, kami hampir tidak pernah berbicara satu sama lain. Hanya menyapa sesekali saat berpapasan. Ia pun tidak lagi datang ke kamarku untuk meminta bantuan.

Akan tetapi, sekitar dua bulan lalu, ia memencet bel kamarku pada suatu hari minggu pagi. Padahal saat itu aku baru saja siap-siap untuk tidur. Ya, saat itu aku sering tidur pagi hari. Cuma kok aku ngga tega ya untuk tidak membukakan pintu. Ia memberiku dua buah roti dan mengajakku untuk pergi keluar. Aku yang agak sebal karena sedang siap-siap tidur, menolak ajakannya karena aku harus berangkat kerja pada sore harinya. Rotinya sih aku terima.


Kemudian pukul sepuluh pagi ia memencet bel kamarku lagi. Ya Tuhan, aku baru saja tidur sekitar dua jam dan ia memencet bel kamarku lagi! Kali ini, ia bilang ia akan menghubungi via Twitter kali-kali aku bisa pergi dengannya suatu hari. Aku iya iya aja. Akhirnya setelah itu, aku bisa tidur dengan tenang sampai sore hari.

Hari itu aku pulang kerja pukul satu pagi. Aku tidak menyalakan notifikasi Twitter dan sangat jarang buka Twitter namun malam itu aku membukanya dan… ia mengirimiku beberapa pesan. Di pesan terakhirnya ia bahkan memintaku untuk membalas pesannya kalau aku sudah sampai rumah.

Aku membalasnya dan meminta maaf karena tidak membuka pesannya lebih awal. Kemudian pukul dua pagi, ia memencet belku! Yang benar saja! Aku cukup kesal dan tidak membuka pintu kamarku. Aku agak ketakutan cuma entah kenapa, aku merasa dia bukan orang yang jahat, hanya aneh saja.

Keesokannya, ia masih mengirimiku pesan di Twitter. Aku tidak membalas chatnya lagi. Kemudian, ia memasukkan sekantung koyo (semacam salonpas) ke dalam kamarku – karena pintunya ada lubang untuk memasukkan surat. Ia menuliskan di bungkus koyonya kalau ia meminta maaf karena sudah mengirimiku banyak pesan di Twitter.

Beberapa hari kemudian ia mendatangi kamarku lagi. Kali ini, aku membukakan pintu. Ia meminta satu lembar kantong sampah karena ia tidak punya uang untuk membelinya. Ia pun memberiku dua kantong koyo lagi sebagai balasannya. Duh… yang sebelumnya aja belum dipakai. 😂

Singkat cerita, aku pindah dari apartemenku itu. Hari terakhir, aku bertemu dengan pegawai yang bekerja untuk mengurus apartemennya. Ia bertanya apakah ada masalah saat tinggal dua tahun di sana. Aku bilang, tidak ada. Kecuali satu... yaitu tentang tetanggaku yang itu.

Kemudian pengurus apartemennya bertanya kepadaku kenapa aku tidak memberitahunya sebelumnya. Karena ia akan menegur si tetanggaku itu kalau menggangguku. Dia melanjutkan, kalau tetanggaku itu bukan orang jahat, hanya saja mengalami gangguan jiwa. Sehingga mungkin ada perilakunya yang agak aneh.

...

Setelah beberapa hari aku pindah ke rumah baru, tetanggaku mengirimiku pesan di Twitter. Intinya dia meminta maaf kalau sudah menggangguku. Ia juga menulis kalau ia mengalami beberapa gangguan jiwa seperti bipolar, skizofrenia, dan gambling addiction. 

Pantas saja dia pernah tidak ngeh saat aku sapa di jalan.

Aku jadi berpikir lagi, berarti benar perasaanku kalau dia bukan orang jahat. Cuma... kadang kan kita ngga tahu orang ya. Kadang bingung mau berbuat baik, tapi harus waspada juga. Huft, bingung ah.

2 komentar untuk "Hidup Bertetangga di Jepang (2)"

  1. Wah. Jadi dia kerja apa ngga? Bingung apa bisa cari duit kalau ada bipolar etc. Trus dia tinggal sendiri ya bukan sama keluarga?

    BalasHapus
  2. Unik juga punya tetangga seperti itu, kalo di sapa seperti tidak kenal, tapi tahu-tahu ia menyapa duluan. Untungnya ia bukan orang jahat ya.😃

    BalasHapus