Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Six Hours in Solo


Stasiun Balapan
"Mbak, mau tiket prameks yang paling cepat jam berapa?" Una.
"Sekarang, mbak, cepetan sudah mau berangkat, 18000."

GYAAA! Lari-lari mengejar kereta prameks mengawali perjalanan kami ke Solo. Dasar Indonesia, jadwal tidak sesuai dengan keberangkatan. Maksudku, kali ini kami yang salah. Kami berekspektasi dan berdo'a semoga kereta akan telat (di jadwal 10.20) dan ternyata memang telat (kami beli tiket 10.40). Fiuh, akhirnya dapat tempat duduk juga meskipun bau gerbong agak menyengat. Dan kami rasa akan terjadi sensori adaptasi sehingga kami akan habiturasi dengan bau tersebut. Belum ada lima menit kami duduk, kereta berjalan. Legaaaa!

Sekitar jam 12 kami sampai stasiun Solo Balapan. Mau ke mana kita? Benar-benar no idea. Setelah berunding dengan Affi, kami memutuskan untuk ke Pasar Klewer, yang katanya pasarnya tradisional banget. Wee laah, ternyata pasar ya tetap pasar. Cuma gitu-gitu doang, ya tapi di sana banyak batiknya. Sesudah ke Pasar Klewer, aku mengantar partner perjalananku ke Masjid Agung Surakarta untuk shalat. Sementara dia shalat, aku berkeliling di luar masjid. Menurutku nama Masjid Agung kok rasanya tidak cocok, wong masjidnya itu jelek banget, menurutku loh :p Setelah shalat, kami menyantap kupat tahu ala gerobak di depan masjid + dawet Banjarnegara yang semua itu kami dapatkan dengan 7500 rupiah saja, mustahil lah kalo di Jakarta -_____-"

Istana Pakubuwono menjadi tujuan kita selanjutnya.  Zonk sekali zonk, kami datang ke Solo hari Jumat, which means istana tutup. Hiks... Mau lanjut ke istananya pacarku (Mangkunegaran) kok kayaknya juga pasti tutup. Langsung cao ke Museum Batik Danar Hadi! Letaknya di Jalan Slamet Riyadi, yang merupakan salah satu jalan utama di Solo. Kami harus membayar tiket museum sebesar 15000 rupiah, yang kalau tidak memakai kartu mahasiswa bisa jadi 25000 rupiah. Digaeti oleh Mas Najib Nugroho, kami diberi banyak pengetahuan mengenai koleksi batik si pemilik Danar Hadi dalam 11 ruangan. Kami jadi tahu banyak hal mengenai fakta-fakta batik yang tadinya sama sekali tidak kami ketahui, dan saya rasa 15000 rupiah itu tidak ada artinya untuk pengetahuan sebanyak yang Mas Najib berikan. Kami jadi tahu beda batik Jogja, dan batik Solo. Kemudian ada lagi batik Lasem, batik Indonesia, batik Pekalongan. Macam-macam lah! Di akhir tur, kami diperlihatkan pabrik batik Danar Hadi. Proses pembuatan batik bahkan bisa sampai tiga bulan. Jadi wajar aja, kalau mahal.
Batik di Pabrik Danar Hadi
Kemudian, mampir dulu ke Soga. Resto yang juga terletak di Museum Batik Danar Hadi itu. Begini nih yang bikin boros di sebuah perjalanan: kebanyakan jajan! Dalihku, yaaa mumpung di sini, kenapa ngga dicoba? Ya kan ya kan? Daripada menyesal kemudian, hehehe. Aku memesan Kawista Punch dan Pisang Goreng Soga. OMG, enaaak bangeeet! KawistaPunch itu kalo ga salah terdiri dari soda yang diberi sirup buah kawista dan sedikit jus leciditambah nata de coco, agar-agar, dan selasih. Seger gilaaa, ga nyesel lah ngeluarin 20 ribu, hihihi. Pisang gorengnya juga enaaak, dikasih bubuk kayu manis ditambah cokelat dan eskrim vanilla, yummyyy. Si Affi pesen apa gitu, tapi lupa namanya. Bentuknya kayak kapal, dibuat dengan bahan dominan kentang trus pake garlic bread. Enaaaak! Berlama-lama di Soga, akhirnya kami memutuskan untuk pulang ke Jogja dan akan melanjutkan perjalanan ke Semarang. Ye ye ye!

"Ih masa' sekarang pulang sih? Ngga asik banget. Maleees ke Jogja..."

"Ho-oh, ke Semarang aja yuk."
"Ah beneran?"
"Ayooo!"
"Asiiik!"

2 komentar untuk "Six Hours in Solo"