Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Extreme Traveler



Cita-cita saya selain mati khusnul khotimah adalah melakukan perjalanan yang ekstrim ke tempat-tempat dunia. Bapak saya seringkali mengucapkan kata ‘wisata ekstrim’ kalau beliau mengajak saya ke kuburan Imogiri, makan tongseng bajing atau burung pipit goreng, atau untuk merasakan gurah. Namun sampai sekarang, saya belum pernah kembenan, jongkok di kuburan Hanyokrokusumo (karena pas ke sana ternyata tutup, damn!), belum pernah pula makan bajing dan pipit karena belum siap mental (kasian hewannya lucu...), belum juga pernah gurah. Liat aja udah serem, katanya kayak sakaratul maut.

Saya ngga suka istilah backpacker, lha wong saya ngga suka kalo backpack saya penuh. Berat, bikin bungkuk. Kalau saya pake istilah shoestring juga ngga pas, wong saya ngga punya sepatu. Kalau jalan ya pake sandal crocs atau sandal jepit biasa. Kalau mau jetset traveler kok ya males buang-buang duit naik Singapore Airlines atau menginap di hotel bintang lima (ini mah bilang aja ngga punya duit). Saya sih inginnya jadi extreme traveler aja deh.

Kalau kata bapak, “dadi wong ki harus berpikir alternatif, berpikir beda.” Waktu itu bapak ngoceh mengenai tumor dan manusia. Kalau manusia kena tumor, musti gimana? Kata bapak saya, ya biarin aja, kan tumor punya hak untuk hidup. Tapi kita terlalu antroposentris, jadi menganggap bahwa tumor harus dimatikan. Yaaah intinya, semua itu tergantung bagaimana kita memandangnya. Belum lagi masalah gulma. Kita selalu diceramahi kalau gulma itu tumbuhan pengganggu tanaman. Kalau di dekat padi, gulma dianggap perusak dan musti dibasmi? Apa iya? Padahal kan bisa saja sebenarnya si padi itu yang mengganggu gulma. Hahaha, tau ah. Back to the topic!

Saya juga inginnya sih alternatif, kalau jalan ngga musti mengikuti Lonely Planet. Makan makanan aneh. Tidur tanpa rasa takut di sarana umum. Bertemu dengan berbagai jenis orang. Inginnya keliling dunia naik sepeda gunung. Tapi saya juga mikir, wong ngegowes dua kilometer aja udah tersengal-sengal gimana beribu-ribu mil? Aduh, saya musti mikir harus seberapa ekstrim perjalanan yang ingin saya lakukan. Saya ingin bisa mencoba pengalaman ekstrim, kuliner ekstrim, dan yang ekstrim-ekstrim lainnya di berbagai tempat.  :)

Salam Una :)

6 komentar untuk "Extreme Traveler"

  1. pengen ngrasain gurah, tapi belum brani. :D
    btw, itu foto kapan, na? ehehe

    BalasHapus
  2. Awal tahun ini mbak. :D
    Hihi ga enak sih gurah (katanya), ngeliatnya aja beuuh~

    BalasHapus
  3. perjalanan alternatif yang unik gt ya Una..beda sama yang lain...

    sdh setahun..sudah dimulai perjalanan extrim ny?

    BalasHapus
  4. ngomong-ngomong gurah itu apa? ._.

    BalasHapus
  5. Hahahhah..
    Gue lagi tiduran di soetta ni na.
    Uda ekstrim belum??

    BalasHapus