Perempuan
Note: tampilan blogku masih dalam konstruksi. Kalau senggang mampir ke blogku yang satu lagi juga ya: http://www.snackqueen.id.
Anyway, aku mau cerita. Jadi beberapa minggu lalu aku baca National Geographic edisi November 2019 yang judulnya 'Women: A Century of Change'. Di dalamnya dibahas bagaimana perempuan di berbagai negara, soal persamaan gender, perempuan di pemerintahan, di penelitian, dan lain-lain.
Meskipun katanya sekarang perempuan sejajar dengan laki-laki, kayak perempuan juga bisa jadi tokoh di pemerintahan, bisa bekerja, tidak hanya di rumah dan mengurusi urusan dapur dan anak-anak, tapi sejatinya sampai sekarang perempuan masih banyak mengalami diskriminasi. Bahkan di negara maju sekalipun. Kayak Jepang aja deh, masih jarang perempuan jadi pemimpin dan banyak perempuan yang kalau sudah menikah disuruh di rumah saja dan tidak bekerja.
Ada juga cerita soal peneliti perempuan (lupa di negara mana), yang harus facing pelecehan seksual dari bosnya dan hanya dia yang perempuan di tim. Sering juga kan ada kasus pelecehan seksual, tapi korbannya ragu mau lapor, karena kalau lapor dia bakal dipecat lah atau dikucilkan. Macam-macam lah. Aku sampai mikir, sampai sekarang udah abad 21 saja perempuan dan laki-laki masih 'ngga bisa' setara ya.
Kok sedih sih.
Belum lama ini, aku pergi makan sama temanku. Dia menunjukkan kepadaku slip gajinya sebagai pegawai toko provider telepon dan internet: sekitar 40 juta setiap bulannya. Dia juga bercerita kepadaku kalau sudah berhasil membeli rumah di negaranya. Selain itu, dia juga sudah mendirikan sekolah bahasa. Amazing lah, apalagi umurnya baru 25 tahun.
Sedangkan aku? Boro-boro. 😌 Sudah tua, masih sekolah, belum bisa nabung dari gaji, boro-boro mau beli rumah. 😂 Trus tau ngga temanku komentar apa?
"Una mah ngga usah khawatir. Kan kamu perempuan. Biar suamimu nanti yang kerja. Kamu cari suami aja."
Aku terkaget-kaget. Eh? Masih ada ya orang mikir kayak gini? Dan dia masih muda, loh. Ya, memang aku ngga usah khawatir sama keadaan finansial. Cuma bukan dengan alasan karena aku perempuan.
Suddenly, aku merasa beruntung dibesarkan di keluargaku. Aku tidak pernah merasakan diskriminasi sama sekali. Nenek aku (adiknya kakek aku) yang sudah umur 81 tahun selalu mengingatkanku untuk bekerja. Waktu aku bilang, aku kerja di toko, dia senang sekali. Soalnya aku tuh malas 😂 Jadi dia senang tahu aku bekerja.
Nenek aku ini tidak punya suami dan bekerja sebagai penjahit. Nenek aku yang lain, nenek dari bapak, umurnya 84, bahkan masih bekerja sampai sekarang. 😂 Kerjanya sebentar-sebentar saja tapi masih bekerja. Dulunya pun bekerja sebagai pedagang.
Jadi ngga ada tuh konsep jadi cewek ngga perlu khawatir karena nanti 'bisa bergantung' sama suami. Atau kalau nikah harus di rumah ngga boleh kerja. Kalau emang jadi ibu rumah tangga, di rumah saja, ya berarti atas kemauan sendiri.
Kalau di keluarga teman-teman bagaimana?
Keluarga dari orangtuaku yg cewek semua mandiri meski IRT. Ibuku pensiunan, budhe dan bulikku ada yg pedagang, penjahit, bisnis.
BalasHapusNah, masalahnya aku belum nemu jalan utk mandiri secara financial krn ini adalah pesan ibuku. Jadi perempuan harus mandiri.
Tapi kan dirimu investor Mbak.
HapusSekarang mah gak cocok lagi deh ya perempuan berharap dengan laki-laki. Bahkan yang udah menikahpun wajib banget punya penghasilan, mau di kantor ataupun bekerja di rumah tetap harus ada penghasilan deh. Ngeri aja ya membayangkan mengharapkan uang dari orang walaupun suami sendiri.
BalasHapusTapi emang sekarang perempuan belum setara seh. Orang masih menganggap setara itu bisa angkat galon lah padahal kan gak gitu.
eh jadi panjang, haha
Iya, lagipula ngga tahu kan ke depannya kaya apa. Ngga bisa ngarepin ke orang lain.
Hapus