Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen: Cintaku Jauh di Danau

Parapat pagi hari
Cintaku Jauh di Danau

Aku berdiri di sebuah dermaga pantai bebas di Parapat, tepi Danau Toba. Aku rasa dia menatapku, aku rasa tidak. Tapi, dia melihat ke arahku. Tapi rasanya tidak. Atau ada seseorang di belakangku? Ah, tidak. Aku sendiri yang berdiri di sana. Pandanganku masih ke arahnya, ketika dia dengan speedboat-nya mengarah ke dermaga di tepi sebuah hotel di Parapat yang persis di sebelah dermaga pantai bebas. Aku masih menatapnya ketika ia membuka jaketnya yang sedikit lusuh. Aduhai, seksinya!

"Mbak!" panggil supir turku mengagetkanku dari lamunan.
"Iya. Kenapa?"
"Hmmm.... ini Mbak..."
"Apa, Pak?" selaku.
"Setengah jam lagi, Mbak akan naik speedboat menuju Samosir."
"Oke, Pak."
"Tapi..."
"Tapi kenapa, Pak?"
"Maaf..."
"Maaf apa?" aku jadi bingung, "kenapa Bapak ini tidak to the point saja bilangnya? Tidak seperti orang Karo kebanyakan," lanjutku dalam hati. Tak mungkin aku sejujur itu, takut menyinggung.
"Saya tidak bisa ikut. Saya benar-benar sedang tidak enak badan. Agak demam semalam."
"Oh, iya, iya. Tidak apa-apa kok," jawabku sambil mengerling tanpa maksud menggoda. Lagipula, aku pikir, dia orang Karo, pasti tidak terlalu banyak tahu mengenai Toba Samosir.
"Di sana, ada juga gaetnya kok."

Aku hanya tersenyum, malas menjawab. Bapak supirku pun berlalu. Aku pun kembali melamun. Terik surya mulai menyambar. Sinarnya menyambar dermaga tak berpergola itu. Ahhh! Bejibun hal yang aku pikirkan.

Setengah jam pun berlalu. Masih dalam posisi duduk melamun, kulihat serasah sampah daun pepohonan yang membikin aku geregetan untuk menyapunya.

"Mbak, Mbak." Kurasakan seseorang menepukku.
"Kau orang kedua pagi ini yang membangunkanku dari lamunan, gotcha!" batinku.
"Ayo, Mbak." Aku terkejut ketika aku berbalik melihat rupa si penepukku. Ah, dia yang kulihat dari tadi. Apakah kita jodoh? Aku lihat dia pun terkejut melihatku. Kemudian aku berjalan menuju speedboat-nya. Ataukah bukan punyanya? Atau punya majikannya? Ah, aku juga tidak peduli.

Lalu, dipegangnya tanganku, dituntunnya menaiki speedboat itu. Dia menatap mataku. Aku juga menatapnya. Lalu? Karena aku hanya sendiri pergi ke Parapat, aku pun terpaksa duduk di depan di sebelah persis si Abang yang mungkin sejak satu jam yang lalu telah kutatap.

"Bang, apa marga kau?" aku bertanya sok beraksen Batak.
"Margasatwa." Si Abang bercanda.
"Hahaha..." kami tertawa seraya speedboat-nya melintasi bagian Danau Toba.

Kemudian Abang itu memperlihatkanku Batu Gantung. Katanya, itu jelmaan Putri atau apa, tak jelas. Bagiku itu hanya seperti stalaktit atau stalagmit, entah apa namanya, yang kebetulan terlihat menggantung di atas tebing. Setelah itu, speedboat-nya pun memutar mengarah ke Pulau Samosir.

Uuu, aku melihat pemandangan Danau Toba yang dipagari pegunungan berhutan yang masih hijau. Langitnya berwarna biru lazuardi, ahhh, indahnya! Mungkin kabut kadang menyelimuti, tapi lanskap di Danau Toba tetap sangat indah. Harusnya aku bersyukur, danau air tawar terbesar di dunia bisa ada di wilayah bangsaku. Ahh, indahnya.

Tak sampai dua puluh menit, telah sampai di Ambarita, bekas kerajaan Siallagan. Abang tadi pun menawarkan dirinya untuk menjadi gaet.

"Okeoke," jawabku malas. Dia pun menjelaskan tetek bengek segala rupa aneka macam tentang sejarah Batak Samosir dengan sangat detil. Minatku yang sangat besar pada kebudayaan Indonesia, membuat aku selalu bertanya-tanya. Blablablablabla. Oladalah, oladalah. Brrrr... Jederrr... Aaaaa...

Zzzzz... hingga akhirnya waktu pulangku kembali ke Parapat tiba. Speedboat-nya mengarah kembali ke Parapat.

Uuu, aku melihat kembali pemandangan Danau Toba yang dipagari pegunungan berhutan yang masih hijau. Langitnya berwarna biru lazuardi, ahhh, indahnya! Mungkin kabut kadang menyelimuti, tapi lanskap di Danau Toba tetap sangat indah. Harusnya aku bersyukur, danau air tawar terbesar di dunia bisa ada di wilayah bangsaku. Ahh, indahnya.

Esoknya, aku akan pulang. Aku kembali ke dermaga lagi. Dia menatapku. Aku juga menatapnya hingga sekian detik. Aku akan tinggalkan Danau Toba yang indah ini. Mungkin aku akan rindu dengan danau ini. Aku ingin kembali ke sini entah 2, 3, 5, 10, 20 tahun lagi. Aku juga tidak bisa membayangkan 2, 3, 5, 10, 20 tahun lagi Danau Toba akan menjadi bagaimana. Entah 2, 3, 5, 10, 20 tahun lagi si Abang akan menjadi apa. Aku telah jatuh cinta dengan Danau Toba. Mungkin cintaku tak bakal terteriakkan. Akan aku simpan dalam hati. Yang jelas, aku telah jatuh cinta.

.fiksi.

3 komentar untuk "Cerpen: Cintaku Jauh di Danau"