Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Migrasi dan ASEAN yang Serumpun

Migrasi atau mobilitas merupakan aktivitas yang secara natural dilakukan oleh manusia. Manusia berpindah tempat untuk mencari kehidupan yang lebih baik, bekerja, berdagang, belajar, apapun.

Sama halnya dengan Raja Jayavarman II yang berpindah dari Jawa ke Kamboja. Ada yang menyebutkan ia adalah orang Jawa, namun yang lain mengatakan ia adalah orang Khmer yang belajar dari Dinasti Syailendra di Jawa. Pada saat itu, Khmer sempat diduduki oleh Jawa juga. Jayavarman II inilah yang pada abad ke-9 Masehi membangun Kerajaan Khmer, mendeklarasikan kemerdekaannya dari Jawa, dan mendirikan ibukotanya yang disebut dengan Angkor.

Siluet Angkor Wat.
Penerus Jayavarman II pada abad 12, Suryavarman II mendirikan Angkor Wat yang kini menjadi bangunan paling populer di antara bangunan lain di Angkor. Wat berarti kuil dan Angkor berarti kota. Pada zamannya, Angkor Wat merupakan tempat pemujaan bercorak Hindu. Namun setelah abad 15, berubah haluan menjadi vihara Buddha.

Kalau lihat Angkor Wat lalu dibandingkan sama Borobudur sih kataku nggak begitu mirip, namun ditemukan banyak kemiripan relief. Selain itu, keduanya punya gaya arsitektural yang mirip. Gaya yang dimaksud bukan hanya tampilan fisik, melainkan juga perhitungan numerik dalam hal kosmologi dan astronomi. Misalnya saja, ketika Borobudur dibagi menjadi tiga bagian kaki, badan, dan kepala, perbandingan tingginya adalah 4:6:9, ternyata Angkor Wat juga memiliki pola seperti itu. Tak hanya kedua candi itu, tapi juga Candi Pawon, Sewu, dan Mendut.

Rasio head body dan foot Candi Borobudur. Source: here.
Menurut cerita, arsitek Borobudur dan Angkor Wat itu sama, yaitu bernama Gunadarma. Sementara itu, yang dikenal mendirikan Candi Borobudur, Pawon, Sewu, Mendut, dan beberapa candi Buddha lain di Jawa adalah Rakai Panangkaran, salah satu raja dari Dinasti Syailendra. Diduga yang dimaksud Gunadarma adalah Rakai Panangkaran, dan karena arsiteknya sama, membuat Borobudur dan Angkor Wat mirip. Entah juga, wong Angkor Wat baru didirikan tiga abad setelah Borobudur. Para sejarawan masih meragukan, apakah benar arsitektur Angkor Wat adalah khas Khmer dengan segala perhitungannya ataukah ada pengaruhnya dari orang Jawa yang tinggal di kerajaan.

Salah satu sisi Angkor Wat.
Kemungkinannya ada dua. Jika benar yang mendesain adalah Rakai Panangkaran dari Jawa, kemiripan Angkor Wat dan Borobudur nggak ada hubungannya sama apakah orang kita sama orang Kamboja serumpun. Karena arsitekturalnya yang sama, itu menunjukkan transfer pengaruh budaya yang terjadi akibat adanya migrasi manusia. Tapi andai arsitektur Angkor Wat adalah asli Khmer, berarti kemiripan keduanya menunjukkan keserumpunan kita.

Kanan, Patung Buddha di dalam Angkor Wat.

Tapi 'kan memang dasarnya kita serumpun?


Dilihat dari alfabet Khmer, aksara Jawa, aksara Sunda, huruf Thai, huruf Lao, huruf Lontara, berasal dari rumpun yang sama yaitu dari huruf Pallava dan Brahmi dari India. Aksara-aksara ini tersebar melalui perdagangan yang dilakukan oleh pedagang dari India dan Sri Lanka. Itu baru huruf, belum lagi bahasa, dan asal sejarah manusia yang sama. Beberapa kata dalam Bahasa Tagalog ada yang sama dengan Bahasa Indonesia, misalnya: langit, mahal, dan sabun. Belum lagi, kadang kita susah membedakan muka orang Thailand, Kamboja, Malaysia, Filipina, dengan muka orang Indonesia.

Di antara bendera-bendera negara ASEAN. Dan ada bendera Jepang ding di belakang.
Sahabat serumpun yang paling dekat dan paling punya banyak masalah sama Indonesia adalah Malaysia. Katanya, batik dan rendang diklaim oleh Malaysia. Saat kuliah kuliner di acara ASEAN Blogger Festival di Solo kemarin disebutkan, bahwa yang masih berdebat tentang rendang itu milik siapa adalah anak kecil. 

Pernah kutulis, bahwa masalah budaya tidak bisa dilihat dari batas negara. Banyak orang Minang dan Jawa yang migrasi ke Malaysia dan membuat rendang dan batik. Kalau Malaysia bilang ia punya rendang dan batik, ya nggak masalah 'kan, wong namanya akulturasi budaya... Lagian rendang dan batiknya pasti berbeda 'kan? Di Indonesia sendiri saja ada ratusan jenis rendang dan batik ^^


Ingat sekali saat temanku dari Brunei, Aya, pada suatu hari memakai baju kurung, baju nasional negaranya. Ia bertanya kepadaku, "Di Indonesia juga punya 'kan baju kurung?" Aku menjawab, bahwa kami juga punya di Kalimantan. Ya udah aja, kita tahu kita serumpun, sehingga tak akan debat siapa dulu yang punya baju kurung.

Kesimpulan


Kesamaan rumpun dan nenek moyang yang dimiliki negara ASEAN, diibaratkan kita 10 negara adalah 'saudara'. Di sisi aspek Socio-Cultural Community, kerjasama budaya antar negara ASEAN bisa dilakukan mempromosikan warisan budaya kawasan dengan cara memelihara dan memperkenalkan, dan melestarikan. Hubungan 'bersaudara' antar negara ASEAN harus dijaga supaya tercipta kerjasama dan hidup dalam perdamaian dan kemakmuran, sesuai dengan visi ASEAN 2020.

Referensi:
❤ From Jayavarman II to Suryavarman I - Website of National Palace Museum, Taiwan.
❤ In Pursuit of Sacred Science, Part 1 - borobudur.tv

9 komentar untuk "Migrasi dan ASEAN yang Serumpun"

  1. Una ikutan yang ASEAN juga ya? baru tahu hehe
    Aq ikutan daftar juga, aduh, kenapa daftar yak
    Biasa nulis geje trus ini temanya serius bangets *ndopok ng pojok :D

    BalasHapus
  2. selalu dduk manis kalo baca tulisanmu na,bener2 menarik ulasannya untuk dibaca...ternyata..gara2 banyak baca akhir2 ini xixixixi Rakai Panangkaran itu Gunadarma,banyak nama ya zaman dulu :D

    BalasHapus
  3. Akhirnya kulihat lagi foto mba Una yang diblur. Sepertinya sudah menjadi ciri khas mba Una dalam postingannya foto diri sering diblur. Perlu dipatenkan kayaknya nih

    BalasHapus
  4. Una, fotomu nomor 2 dari bawah mengingatkan aku saat masa SMA, mirip banget saat pose kayak gitu...*cari2 foto jadul ah

    BalasHapus
  5. yang ngerancang borobudur itu yang punya universitas besar di depok itu ya, gunadarma...baru tau

    BalasHapus
  6. tinggalin jejak di blog yang kece dlu biar kapan2 bisa ksni lagi :D

    BalasHapus
  7. jadi belajar banyak baca tulisan Una :) tq yaaa

    BalasHapus
  8. Unaaaa.. paling seneng deh kalau udah nulis gini. isinya bobot tapi gayanya masih 'centil'.

    soal budaya Asean ya emang gak bisa dibedakan seh. krnapa batik dipermasalahkan tapi baju kurung gak itukan jadi aneh. mentang2 melayu identik dengan malaysia bukannya kalimantan kali. untung malaysia gak melarang org melayu kalimantan pake kurung kan.. hihihj

    BalasHapus